Pages

Monday, July 29, 2019

Boleh Royal Tebar Insentif Mobil Listrik, Tapi Jangan Bablas

Jakarta, CNN Indonesia -- Rancangan Peraturan Presiden (Perpresmobil listrik tengah dinanti-nanti. Tidak cuma bagi investor yang siap memarkir duit mereka, tetapi juga bagi para pelaku usaha yang siap melego mobil 'masa depan' depan.

Hilir mudik mobil listrik di jalanan memang menjadi cita-cita Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Masing-masing kementerian pun sudah morat-marit melakukan studi mobil listrik.

Hasil studi ini akan dirumuskan dan dituangkan ke dalam Perpres, yang akan diteken Jokowi, dan kemudian menjadi aturan main pengembangan mobil listrik di Tanah Air. Sayangnya, pihak-pihak yang berkepentingan harus sabar menanti Perpres ini terbit.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyebut bahwa aturan terkendala ketentuan pajak, yaitu bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Di satu sisi, Jokowi dan pembantunya ingin memberi keringanan pajak, supaya masyarakat membeli mobil listrik. Namun, di sisi lain, mereka juga tak ingin mobil listrik bebas pajak.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sempat menjadi orang yang paling mendesak agar industri mobil listrik benar-benar dibangun dengan serius. Pasalnya, mobil listrik disebut dapat mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) primer, seperti batu bara dan gas.

Jonan juga sempat 'ngotot' agar Menteri Keuangan Sri Mulyani merestui insentif pajak mobil listrik. Sebab, menurut Jonan, kebijakan bea masuk dan PPnBM bertentangan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan mobil listrik. Apalagi, selain menghemat impor BBM, mobil listrik diyakini dapat memperbaiki kualitas udara.

"Orang tanya, bagaimana mengurangi impor BBM? Dalam jangka panjang, mobil listrik didorong, dikasih insentif, dan sebagainya, PPnBM, dan bea masuk," tutur dia beberapa waktu lalu.

Mendengar itu, Sri Mulyani pun memberikan restunya. Meski demikian, belum rinci insentif pajak yang akan diberikannya untuk mobil listrik. Yang pasti, ia menyebut aturan mainnya agar segera diluncurkan.

Boleh Royal Tebar Insentif Mobil Listrik, Tapi Jangan BablasInfografis insentif mobil listrik. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi).
Ekonom sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengatakan tebar insentif fiskal memang harus diberikan pemerintah untuk melahirkan industri mobil listrik di Indonesia.

Sebab, mobil listrik tidak hanya bisa menjadi solusi bagi transportasi, lingkungan, dan kelanjutan sumber daya alam domestik, tapi juga memberikan dampak keekonomian di masa mendatang.

Bila industri mobil listrik berkembang, ia melanjutkan banyak tenaga kerja yang akan diserap, memutar roda industri utama dan pendukung. Ujung-ujungnya, berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan mimpi Jokowi untuk memiliki industri andalan ekspor baru bisa terwujud.

"Apalagi, sebenarnya Indonesia sudah menjadi salah satu produsen untuk onderdil mobil, tinggal dikembangkan. Lalu, bahan baku baterai itu sebenarnya memang melimpah di Morowali (Sulawesi Tengah), jadi ada modal juga untuk hilirisasi," ungkap Ari kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/7).

Oleh karena itu, ia menilai royal menebar insentif fiskal tidak haram. Pertama, mulai dari memberikan pengurangan pajak sekitar 30 persen dari investasi yang ditanamkan atau yang dikenal dengan tax allowance. Tax allowance bisa diberikan bagi perusahaan yang akan menghasilkan produk ekspor tinggi, menyerap banyak tenaga kerja, memanfaatkan sumber daya lokal.

Kedua, memberikan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Badan selama 5 tahun sampai 10 tahun sejak produksi komersial. Ketiga, memberikan pembebasan bea masuk untuk impor bahan baku. Asalkan, impor yang dilakukan tidak lebih besar dari penggunaan kandungan lokal.

Keempat, pemberian insentif pajak bagi investor yang mau membangun pabrik mobil listrik dan komponen pendukung di kawasan industri yang sudah ditetapkan pemerintah. Tujuannya, agar pembangunan terpusat, dekat dengan sumber bahan baku, sehingga irit logistik.

Kelima, insentif pajak bagi industri yang mampu menyediakan komponen pendukung mobil listrik, seperti baterai dan lainnya. Keenam, insentif bagi industri pengolah limbah baterai. Maklum saja, baterai ini berpotensi menjadi sampah baru di Indonesia bila sudah rusak.

Ketujuh, pengurangan PPnBM bagi masyarakat yang ingin membeli mobil listrik beserta baterai dan suku cadang lainnya. Menurut hitung-hitungan Ari, setidaknya tarif PPnBM yang diberlakukan nanti tak membuat harga mobil listrik jadi sangat jauh dari mobil non listrik.

"Minimal, harga mobil listrik jadi 10 persen sampai 20 persen lebih mahal sedikit saja dari mobil konvensional. Kalau harganya sampai 30 persen bahkan 50 persen dari mobil biasa sih tidak akan dipilih masyarakat," terangnya.

Menurut Ari, tebar-tebar insentif ini bisa dilakukan pemerintah dalam kurun waktu sekitar 10 tahun. Setelah itu, industri diharapkan bisa menghasilkan dan berkelanjutan, sehingga insentif bisa pelan-pelan dikurangi bahkan dihilangkan.

Kendati menebar insentif, namun Ari mengingatkan agar pemerintah benar-benar waspada dan tegas soal pengembangan mobil listrik. Misalnya, jangan sampai keringanan impor membuat penggunaan bahan baku lokal jadi kendor.

Kemudian, jangan sampai juga Indonesia kecolongan dengan impor mobil listrik jadi dari luar negeri. Sebab, hal itu bisa membebani kinerja neraca perdagangan ke depan. Apalagi, pemerintah tengah berupaya sebisa mungkin untuk memperbaikinya.

"Jangan yang niatnya mau dirakit di sini, lalu diekspor, justru kedapatan impor jadi ke sini. Kalau begitu, nanti hanya jadi pasar saja," imbuhnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus malah berpendapat seharusnya pemerintah benar-benar meniadakan pungutan PPnBM untuk masa-masa awal pengembangan mobil listrik. "Artinya, kalau bisa tidak sekadar dikurangi, tapi benar-benar tidak dikenakan," katanya.

Cara lain, berkomunikasi dengan para produsen mobil listrik agar harga jual bisa dibuat sedekat mungkin dengan tingkat kemampuan membeli (willingness to pay) masyarakat. Misalnya, harga umum kendaraan non listrik yang mampu dibeli masyarakat saat ini berkisar Rp250 juta sampai Rp300 juta.
[Gambas:Video CNN]
Maka, harga jual mobil listrik bagaimana caranya diupayakan agar berada di rentang tersebut. "Nanti pemerintah dan industri tinggal mengurai, 'Oh bahan baku mana yang bisa dihemat dan perlu mendapat keringanan dan kemudahan akses agar harga awal bisa terjangkau di masyarakat' begitu," jelasnya.

Senada dengan Ari, Heri juga menekankan agar pemerintah tetap waspada dalam memberikan insentif. Ia mengingatkan agar jangan sampai pengembangan industri mobil listrik terlalu mendapat intervensi dari pihak asing.

Misalnya, sudah ada investor asing yang mau mengucurkan modalnya untuk membangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Namun ternyata, kesepakatan yang disetujui justru mengecohkan.

Misalnya, membuat komitmen akan melakukan ekspor, namun dengan syarat impor bahan pendukung dari negara investor cukup tinggi. Walhasil, pabrik di Indonesia hanya untuk perakitan tambahan yang minim daya tambah.

"Ternyata ujung-ujungnya impor hampir jadi, hanya finishing di Indonesia, lalu diekspor, itu nilai tambahnya sedikit, tidak membangun industri perakitan itu sendiri sebenarnya," tandasnya.

(bir)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2Moodjn
via IFTTT

No comments:

Post a Comment