Pagi hari ini, mayoritas mata uang utama Asia terbilang bervariasi. Dolar Hong Kong melemah 0,01 persen, dolar Singapura 0,01 persen, yen Jepang 0,03 persen, lalu ringgit Malaysia dan won Korea Selatan masing-masing melemah 0,07 persen dan 0,1 persen.
Hanya peso Filipina dan baht Thailand yang menguat terhadap dolar AS masing-masing 0,16 persen dan 0,11 persen.
Pergerakan serupa juga terjadi bagi mata uang negara maju, di mana euro menguat 0,01 persen terhadap dolar AS. Sementara dolar Australia dan poundsterling Inggris melemah masing-masing 0,01 persen dan 0,03 persen.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan sejatinya sentimen negatif bisa muncul dari China yang mencatat pertumbuhan ekonomi 6,2 persen atau terendah sejak 1992, meski data-data menunjukkan perbaikan indikator ekonomi di negara tirai bambu itu.
Menurut dia, pagi ini indeks dolar AS tengah menguat lantaran investor kembali menempatkan dolar AS sebagai aset yang aman (safe haven). Dikutip dari Reuters, pelaku pasar membaca ketidakpastian mengenai kelanjutan Brexit di tangan perdana menteri baru. Kemudian, pelaku pasar pun mengantisipasi data penjualan ritel dan produksi AS pada Selasa (16/7) hari ini.
Meski demikian, Ibrahim mengatakan sejatinya rupiah masih memiliki potensi untuk menguat pada hari ini karena pengaruh domestik yang kuat
Ia mengatakan, rekonsiliasi antara kedua pasang calon presiden dan rilis neraca perdagangan Indonesia yang surplus US$200 juta bisa mendorong rupiah hari ini. Tak terkecuali, sinyal The Fed yang akan menurunkan suku bunga acuan bikin pelaku pasar juga mengantisipasi langkah yang akan dilakukan BI.
"Hari ini rupiah masih bisa kembali menguat karena Faktor internal masih cukup mendukung. Sehingga, rupiah bergerak di angka Rp13.870 hingga Rp13.895 per dolar AS," jelas dia.
[Gambas:Video CNN] (glh/agi)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2YTUiD1
via IFTTT
No comments:
Post a Comment