Saat ini, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menunda pembahasan dan pengesahan RUU tersebut. Penundaan dilakukan sampai masa kepemimpinan para anggota legislatif periode baru.
"Iya ditunda. Pokoknya seperti RKHUP, kan ada beberapa pasal yang orang persoalkan, itu yang akan dibicarakan nanti," ujar Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9).
Kendati begitu, mantan menteri koordinator bidang perekonomian itu enggan merinci pasti pasal-pasal apa saja yang sekiranya terbuka untuk diubah.
Ia mengatakan masih perlu waktu untuk mempelajari berbagai masukan yang ada. "Tapi umumnya, yang dikritik karena tidak mengerti masalah saja," celetuknya.Di sisi lain, ia menepis anggapan RUU Pertanahan sengaja dikebut pengesahannya oleh pemerintah dan DPR karena mengakomodasi kepentingan segelintir pihak. Ia memastikan penyusunan RUU sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan kewenangan negara.
"Saya tidak tahu (soal dugaan kepentingan), itu seperti mengatakan maling teriak maling. Jadi masalah itu saya tidak tahu dan sepanjang saya berurusan dengan ini (penyusunan RUU), itu tidak ada yang begitu-begitu," jelasnya.
Sebelumnya, Sofyan menekankan bahwa RUU Pertanahan tidak akan menghilangkan hak atas tanah adat atau ulayat. Justru, ia mengklaim RUU Pertanahan mampu melindungi tanah adat."Di luar, kesannya, kami ingin menegasikan (meniadakan) tanah ulayat. Padahal, justru kami ingin perkuat dan melindungi (tanah ulayat)," tandasnya.
[Gambas:Video CNN]
(uli/bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2lHg3YF
via IFTTT
No comments:
Post a Comment