Ini merupakan imbas dari perubahan dua asumsi makro RAPBN 2020, yakni harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dan lifting minyak.
Untuk asumsi ICP, ia mengusulkan angkanya turun dari US$65 per barel menjadi US$63 per barel. Sementara untuk asumsi lifting, angkanya berubah dari 734 ribu menjadi 755 ribu barel minyak per hari.
Namun, asumsi lifting gas tetap sesuai proyeksi awal sebesar 1,19 juta barel setara minyak per hari. Lalu, biaya pengembalian operasi migas kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) (cost recovery) juga turun dari US$11,58 miliar menjadi US$10 miliar.
"Dengan perubahan dari asumsi makro, maka terjadi pula perubahan di dalam postur RAPBN 2020," ungkap Sri Mulyani saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jumat (6/9).
Proyeksi kenaikan penerimaan perpajakan terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) migas sebesar Rp2,4 triliun. Kemudian, juga berasal dari kenaikan proyeksi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp300 miliar dan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sekitar Rp1,2 triliun.
"Kenaikan PBB dan CHT berasal dari extra effort," ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Di sisi lain, kenaikan PNBP akan diupayakan dari sektor Sumber Daya Alam (SDA), seperti minyak sekitar Rp6 triliun dan gas Rp700 miliar. Lalu, juga berasal dari sektor batu bara untuk penggunaan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar Rp15,9 miliar.
Tak berhenti di situ, Sri Mulyani juga memperkirakan ada kenaikan pendapatan dari PNBP berjenis Kekayaan Negara yang Dipisahkan sekitar Rp1 triliun. "Ini didapat dari extra effort dari dividen BUMN," tuturnya.
Penurunan belanja paling besar adalah belanja subsidi energi yang diperkirakan turun sebesar Rp12,6 triliun. Secara rinci, ia menyebut anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) turun Rp15,6 miliar, subsidi elpiji 3 kilogram turun Rp2,6 triliun, kewajiban kurang bayar pemerintah turun Rp2,5 triliun, dan subsidi listrik merosot sampai Rp7,4 triliun.
Namun di sisi lain, ada peningkatan belanja Dana Bagi Hasil (DBH) ke daerah mencapai Rp1,4 triliun. "Peningkatan DBH merupakan dampak dari kenaikan target PBB, CHT, dan PNBP SDA Migas," terangnya.
Di sisi lain, masih terkait kebijakan belanja negara, pemerintah melakukan beberapa penyesuaian. Misalnya, anggaran pendidikan senilai Rp2,3 triliun untuk mempertahankan porsi 20 persen dari belanja negara.
Kemudian, menambah kurang bayar subsidi senilai Rp500 miliar untuk mengurangi kewajiban pemerintah. "Ini merupakan hasil rekomendasi dari audit BPK," imbuhnya.
Selanjutnya, penyesuaian juga dilakukan dengan merealokasi dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) utamanya pada pos Dana Aloaksi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik senilai Rp3,3 triliun. Realokasi itu digunakan untuk cadangan TKDD Rp1,6 triliun dan pemenuhan kebutuhan belanja mendesak Rp1,7 triliun, sehingga totalnya mencapai Rp21,7 triliun.
Kendati proyeksi pendapatan dan belanja negara berubah, namun Sri Mulyani meyakini bahwa defisit anggaran tetap bisa dijaga di kisaran Rp307,2 triliun atau 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pasalnya, di sisi lain, pemerintah tetap menggunakan alokasi pembiayaan sesuai dengan asumsi awal.
[Gambas:Video CNN] (uli/glh)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2A27pal
via IFTTT
No comments:
Post a Comment