Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) melaporkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri ke Ombudsman. INACA menuding aturan itu maladministrasi dan melanggar ketentuan bisnis.
Aturan tersebut mengharuskan penurunan tarif batas atas mencapai 16 persen bagi maskapai dengan pelayanan penuh (full service). Selain itu, pemerintah juga 'memaksa' maskapai berbiaya rendah (Low Cost Carrier/LCC) untuk mengadakan diskon tiket penerbangan murah sekitar 50 persen dari tarif batas atas setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu pada pukul 10.00-14.00 WIB.
Dari aduan tersebut, Anggota Ombudsman Alvin Lie menilai Darmin terlalu mencampuri persoalan tiket pesawat. Harga seharusnya menjadi kebijakan perusahaan. Terkait hal ini, Darmin mengatakan belum menjalin komunikasi apapun dengan Ombudsman dan INACA.
Namun, ia bingung dengan berbagai tudingan itu lantaran kebijakan yang dikeluarkan sebagai solusi masalah tiket pesawat merupakan hasil kesepakatan dengan seluruh pihak. Kesepakatan dibuat antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga para pimpinan maskapai, seperti Garuda Indonesia, Lion Air, dan lainnya.
"Itu adalah kesepakatan, maskapai mintanya begitu, katanya jangan sepanjang hari, kalau sepanjang hari ya susah. Jangan kira kita tukangnya, itu hasil kesepakatan," ungkap Darmin di kantornya, Rabu (17/7).
Darmin berdalih jika ingin ikut campur dan menyetir maskapai, ia pasti memberikan kebijakan yang sangat pro kepada masyarakat. "Kalau itu menurut maunya kita, kita bisa bikin yang lebih berpengaruh. Tapi yang kita lakukan, itu lah yang disepakati," ucapnya.
Mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu pun kembali menjelaskan kronologi masalah tiket pesawat. Ia menjelaskan pemerintah sudah menyadari bahwa maskapai tidak pernah menaikkan harga tiket pesawat selama tiga sampai empat tahun terakhir. Hal ini lantaran para maskapai sibuk berebut pangsa pasar.
Apalagi, jumlah pemain di pasar penerbangan ada beberapa pemain. Namun, menurutnya, semua itu berubah ketika salah satu maskapai meleburkan diri ke maskapai lain, sehingga pasar penerbangan hanya dikuasai oleh dua pemain.
"Begitu tinggal dua kelompok, tiba-tiba dia naikkan, sehingga semua terkaget-kaget, masyarakat merasa dirugikan. Pemerintah fungsinya tidak memihak ke masyarakat saja, atau maskapai saja, jadi kalau ada beda pandangan, itu fungsi pemerintah," terangnya.
Dari situ, sambungnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun menghubungi kementeriannya agar bisa ikut menyelesaikan masalah tingginya harga tiket pesawat. Darmin pun memanggil semua pihak terkait untuk menyelesaikan hal ini dan mendapatkan jalan keluar dari hasil kesepakatan antara pemerintah dan maskapai. Namun, belakangan justru diadukan INACA ke Ombudsman.
Menurut Darmin, ia akhirnya mengurusi persoalan harga tiket pesawat karena hal ini merupakan salah satu jenis pengeluaran masyarakat yang diatur pemerintah (administered price). Pemerintah, menurut dia, saat ini memang sudah memiliki ketentuan tarif batas atas dan tarif batas bawah bagi harga tiket pesawat.
"Ada beberapa tarif yang diatur pemerintah dari dulu, tidak baru sekarang, jangan ujug-ujug dibilang berlebihhan. Itu pada dasarnya diintervensi oleh pemerintah dari dulu," tekannya.
Di sisi lain, ia mengaku belum ada komunikasi antara dirinya dengan INACA dan Ombudsman setelah 'drama' pelaporan ini. "Kenapa harus ada komunikasi? Emangnya kami harus melapor? Kami lapornya ke presiden," tandasnya.
[Gambas:Video CNN] (uli/agi)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2JCzoTS
via IFTTT
No comments:
Post a Comment