Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Avirianto mengatakan komunikasi dilakukan karena persoalan internal di Sriwijaya Air dipengaruhi oleh kerja sama perusahaan dengan maskapai pelat merah. Maskapai swasta itu diketahui bekerja sama dengan PT Garuda Indonesia Tbk dan anak usahanya, PT Citilink Indonesia.
Sebelumnya, Sriwijaya Air menjalin Kerja Sama Operasi (KSO) dengan Citilink, namun Sriwijaya tidak bisa memenuhi kewajiban pembayaran jasa dari kesepakatan kedua belah pihak. Kerja sama dilakukan dalam rangka penyelesaian utang kepada sejumlah perusahaan pelat merah, seperti PT GMF AeroAsia Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Pertamina (Persero).
Lantaran tak bisa memenuhi kewajiban pembayarannya, maka pengelolaan operasional Sriwijaya Air dan anak usahanya, NAM Air dipegang oleh Garuda Indonesia selaku induk dari Citilink. Namun, Citilink menganggap bisnis Sriwijaya Air tetap tidak membaik, sehingga perusahaan melayangkan gugatan kepada Sriwijaya Air.
Untuk itu, sambung Avirianto, maka Kemenhub meminta Kementerian BUMN ikut 'turun tangan' dalam menyelesaikan masalah ini.
"Mereka (Kementerian BUMN) bilang besok (Selasa 10 Oktober 2019) yang pada bekerja sama, yaitu komisaris dan direktur utama Sriwijaya Air, Garuda Indonesia, dan Citilink Indoensai akan bertemu dengan Menteri BUMN," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (30/9).
Setelah pertemuan, katanya, Menteri Rini kemungkinan akan memberikan pernyataan sikap atas kisruh masalah Sriwijaya Air. "Tunggu saja pukul 09.00 besok, Selasa (1/10). Kemungkinan mereka akan declare," katanya.
Di sisi lain, ia mengatakan Kemenhub akan menghentikan operasional terbang Sriwijaya Air bila perusahaan tidak bisa menyelesaikan masalah internal sampai batas waktu yang telah ditentukan, yaitu 2 Oktober 2019. Masalah tersebut berupa ketidaklaikan operasi penerbangan dari sejumlah pesawat Sriwijaya Air.
Diketahui, saat ini hanya ada 12 pesawat dari total 30 pesawat perusahaan yang laik terbang. Ini terjadi karena ada kekurangan suku cadang (spare part) dan lainnya.
Ia mengatakan sikap pemerintah sejatinya sesuai dengan hasil rapat antara Kemenhub dengan para pemegang saham dan komisaris Sriwijaya Air pada 26 September lalu. Dalam tersebut, keduanya sepakat memberi kesempatan bagi perusahaan untuk menyelesaikan masalah dalam kurun waktu lima hari.
"Kami beri lima hari, mudah-mudahan ada jalan keluar. Kalau tidak, kami akan setop, per tanggal 2 Oktober 2019 pukul 00.00 WIB akan kami setop," ucapnya.
Lebih lanjut, menurutnya, Kemenhub terus memeriksa kelaikan operasi terbang maskapai secara berkala setiap harinya. Sejauh ini, sambungnya, memang ditemukan ketidaksiapan operasi untuk 18 pesawat.
Maka itu, Kemenhub sudah memberi status larangan terbang bagi 18 pesawat tersebut. "Sampai saat ini, kami terus periksa, jumlahnya sudah menurun. Tapi kami periksa terus," imbuhnya.
Tak hanya persoalan kelaikan operasi terbang, perusahaan rupanya juga memiliki masalah di tingkat direksi. Dua direktur Sriwijaya Air, yaitu Direktur Operasi Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Ramdani Ardali Adang baru saja mengundurkan diri dari jabatannya.
Keduanya mundur karena surat permohonan untuk menghentikan operasional sementara Sriwijaya Air Group tak direspons dewan direksi, termasuk Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I Jauwena. (uli/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2oHGvCh
via IFTTT
No comments:
Post a Comment