Keyakinan tersebut diberikan Darmin menanggapi perubahan kebijakan makroprudensial dari Bank Indonesia (BI). Bank sentral nasional baru saja menyatakan akan menurunkan ketentuan DP Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 5 persen dan DP kredit kendaraan turun 5 persen sampai 10 persen dari ketentuan sebelumnya mulai 2 Desember mendatang.
Kebijakan ini akan membuat masyarakat semakin mudah mengajukan dan mendapatkan kredit untuk membeli rumah dan kendaraan dari bank. Namun di sisi lain, kebijakan ini sejatinya bisa saja menciptakan risiko gagal bayar dari para nasabah atas dana kredit yang didapatnya.
Bila itu terjadi, maka akan muncul kredit macet dan meningkatkan NPL bank. Kendati begitu, mantan gubernur BI itu menilai risiko peningkatan NPL sejatinya tidak serta merta meningkat dengan perubahan kebijakan dari bank sentral nasional.
Pasalnya, sekalipun BI sudah mengubah aturan, namun belum tentu semua bank kompak menerapkan aturan itu. Bank, katanya, kadang perlu waktu pula untuk benar-benar menerapkan penurunan uang muka bagi kredit rumah dan kendaraan.Sekalipun akhirnya mengikuti ketentuan BI, sambungnya, bank juga tidak serta merta 'mengobral' kreditnya kepada seluruh nasabah. "Tentu nanti akan diperiksa lagi sama perbankan pada waktu aplikasi meminjam," ujar Darmin di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/9).
Selain itu, menurutnya, selama BI masih mewajibkan pungutan DP, maka risiko kredit macet hingga gagal bayar masih cukup bisa dimitigasi. "Kecuali kalau dibilang tidak ada down payment, itu boleh ditanya, ini jadi NPL apa tidak ya? Jadi selama (kebijakan makro) prudensialnya masih berjalan, tidak perlu terlalu khawatir," tekannya.
Di sektor properti, menurutnya, pelonggaran kebijakan juga tak akan sampai menimbulkan risiko bubble property seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada beberapa waktu lalu. Di sisi lain, sekalipun ada oknum-oknum nakal yang memanfaatkan kebijakan ini untuk menimbulkan kredit macet, tentu dampaknya bisa dimitigasi oleh bank.
"Ya tentu saja selalu ada orang yang nakal. Tapi ini memangnya dulu seperti di Amerika, yang KPR abal-abal? Kan diperiksa," imbuhnya.Lebih lanjut, secara keseluruhan, Darmin melihat kebijakan BI melonggarkan rasio LTV yang berdampak pada penurunan DP kredit rumah dan kendaraan sudah tepat. Pasalnya, kebijakan diambil ketika kondisi ekonomi global dan domestik tengah minim gairah seperti saat ini.
"Itu untuk meningkatkan affordability, kemampuan masyarakat untuk meminjam. Bahkan, sebenarnya bukan perumahan saja, kami juga perlu mendorong yang lain," katanya.
BI menyatakan akan melonggarkan aturan loan to value (LTV) atau uang muka kredit untuk kendaraan dan properti mulai 2 Desember 2019 mendatang. Untuk sektor properti, Gubernur BI Perry Warjiyo merinci uang muka rumah akan diturunkan sebesar 5 persen dari posisi sebelumnya.
[Gambas:Video CNN]
Dengan kebijakan tersebut, Kredit Properti (KP) dan Pembiayaan Properti (PP) rumah tapak dengan tipe di atas 70 akan dikenakan uang muka 15 persen hingga 30 persen dari nilainya. Sebelumnya, uang muka untuk rumah tipe tersebut berkisar 20 persen hingga 35 persen dari nilainya.
Untuk rumah tipe 21 hingga 70 nantinya uang muka yang dikenakan sebesar 10 persen hingga 25 persen dari nilainya. Sebelumnya, rumah dengan tipe tersebut dikenakan kebijakan uang muka 15 persen hingga 30 persen dari nilainya.
Begitu pun dengan kredit rumah susun. Nanti, uang muka kredit rumah susun dengan tipe 70 ke atas akan dikenakan sebesar 15 persen hingga 30 persen dari nilainya. Sebelumnya, BI menetapkan uang muka kredit tipe tersebut sebesar 20 persen hingga 35 persen dari nilainya.
Untuk rumah susun dengan tipe 21 hingga 70, BI menetapkan nilai uang mukanya sebesar 10 persen hingga 25 persen dari nilainya, atau lebih kecil dibanding ketentuan sebelumnya yakni 15 persen hingga 30 persen. Ketentuan serupa juga berlaku untuk rumah susun dengan tipe di bawah 21.
(uli/agt)
from CNN Indonesia https://ift.tt/357fzwK
via IFTTT
No comments:
Post a Comment