Sebelumnya, ICOR merupakan parameter yang menggambarkan besaran tambahan modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. Semakin tinggi skor ICOR menggambarkan investasi yang dilakukan semakin tidak efisien.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, saat ini, skor ICOR Indonesia berada di angka 6,3. Artinya, Indonesia membutuhkan tambahan modal sebesar 6,3 untuk menghasilkan satu unit output tambahan.
Hanya saja, menurutnya, angka ICOR ini masih kalah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Adapun, saat ini Vietnam memiliki nilai ICOR 4,3, Malaysia 4,6, dan Filipina 3,7. Artinya, biaya investasi di negara-negara tersebut lebih efisien dibandingkan Indonesia.
Padahal, kenaikan investasi dapat mengerek pertumbuhan ekonomi lantaran investasi merupakan satu dari empat komponen Produk Domestik Bruto (PDB)."Kalau misalkan Indonesia bisa turunkan ICOR ke 5,7 saja, atau 5,4, maka pertumbuhan Indonesia bisa mencapai 6 persen. Kalau dilihat Vietnam dengan ICOR 4,3, mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen kan tidak sulit," jelasnya, Senin (23/9).
Maka dari itu, upaya pemerintah ke depan tentu harus menurunkan nilai ICOR Indonesia agar pertumbuhan ekonomi bisa membaik. Salah satu upaya agar ongkos investasi bisa efisien, lanjut dia, adalah dengan mempermudah perizinan.
Ia mengungkapkan beberapa pelaku usaha kerap mengeluhkan proses perizinan yang berbelit-belit sebagai faktor utama bengkaknya ongkos investasi. Ia kemudian berkisah mengenai satu perusahaan tambang yang harus mengantongi 353 izin. Namun, izin-izin itu tidak berhasil didapatkan meski sudah dua tahun berjalan.
Hal itulah yang mendasari niat pemerintah untuk mencabut ketentuan penghambat investasi melalui omnibus law. Sebelumnya, omnibus law adalah penyusunan satu UU baru yang mengamandemen sebagian atau seluruh pasal yang terdapat pada beberapa UU yang sudah ada."Kami berencana untuk mencabut 72 undang-undang terkait perizinan yang menghambat usaha melalui omnibus law. Kalau cabut satu-satu, 72 revisi UU itu tidak akan selesai hingga kiamat, jadi kami lakukan hal itu (omnibus law)," tutur dia.
Kendati demikian, ia tak menyebut seberapa besar dampak pencabutan 72 UU melalui omnibus law tersebut terhadap penurunan nilai ICOR Indonesia. "Tapi, kami pastikan kami rapat setiap hari terkait hal ini," pungkas dia.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2019 secara tahunan sebesar 5,05 persen atau melemah dibanding kuartal sebelumnya yakni 5,07 persen. Dari angka tersebut, Pertumbuhan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengambil porsi 31 persen dengan pertumbuhan hanya 5,01 persen atau melemah dibanding kuartal I 2019, 5,03 persen.
[Gambas:Video CNN] (glh/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2mDdIOg
via IFTTT
No comments:
Post a Comment