"Iya (di atas 10 persen), yang pasti akan ada kenaikan, tapi angkanya belum," ungkap Heru ketika dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Kamis (5/9).
Kendati bakal mengerek tarif cukai rokok, namun Heru mengatakan kenaikan tarif ini baru persentase rata-rata. Sebab, yang sudah-sudah, persentase kenaikan tarif cukai akan disesuaikan dengan jenis rokok, seperti Sigaret Kretek Mesin, Sigaret Keret Tangan, dan lainnya.
Rencananya, pemerintah bakal segera memfinalisasi besaran tarif cukai rokok tersebut sekitar Oktober atau November tahun ini. "Kalau bisa secepatnya," imbuhnya.
Heru menjelaskan kenaikan mau tidak mau harus dilakukan karena pemerintah dan lembaga legislatif sudah menyepakati target penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 9 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Kesepakatan ini muncul dari hasil komunikasi dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR beberapa hari lalu.Pertumbuhan penerimaan CHT pada tahun depan itu sejatinya lebih tinggi dibandingkan usulan DJBC yang hanya sebesar 8,2 persen. Formula usulan berasal dari angka inflasi sebesar 3 persen dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen.
"Kenaikan target penerimaan berdampak pada kenaikan tarif (cukai rokok) dan itu akan ditentukan segera dalam Peraturan Menteri Keuangan," katanya.
Bersamaan dengan harapan pertumbuhan penerimaan CHT pada tahun depan, maka DJBC pun merancang strategi untuk mengoptimalkan pendapatan kantong cukai. Selain dari kenaikan tarif cukai rokok, target penerimaan CHT juga akan dikejar dengan melakukan pengawasan dan penindakan yang lebih ketat pada tahun depan.
Tujuannya, supaya peredaran rokok ilegal yang tidak menyertakan pita cukai, bisa dikurangi. Menurutnya, bila peredaran rokok ilegal berkurang, maka masyarakat akan lebih memilih rokok legal dan memberi kontribusi penerimaan cukai kepada negara.
from CNN Indonesia https://ift.tt/2ZBWrrq
via IFTTT
No comments:
Post a Comment