Dilansir dari Antara, Direktur Eksekutif Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono Gani mengatakan industri fintech tidak diatur ketat, sehingga memerlukan regulasi light touch.
Namun, Triyono mengungkap tidak bisa melepas industri begitu saja, harus ada kebijakan safe harbour untuk mengatur tanggung jawab penyedia layanan.
"Pertumbuhan industri fintech di Indonesia luar biasa. Padahal 2017 sektor ini masih belum dikenal. Perkembangan ini karena tingkat adopsi dan akseptabilitas masyarakat yang tinggi," ujarnya, Minggu (3/11). Namun, Triyono menegaskan masyarakat harus diingatkan karena selain kemudahan yang selama ini diberikan, ada risiko tinggi yang menanti. Oleh karena itu, OJK ingin agar industri tersebut aman dan tertata dengan baik, maka regulator tidak akan tinggal diam.
Triyono pun menegaskan agar memilih fintech yang sudah terdaftar di OJK atau Bank Indonesia untuk meminimalisasi risiko yang mungkin timbul di masa depan.
Triyono memaparkan beberapa potensi risiko di balik maraknya fintech yakni kegagalan sistem, misinformasi, transaksi eror, keamanan data, penerapan Know Your Consumer (KYC), suku bunga mencekik dan cara penanganan komplain.
Sedangkan para startup dan penyedia fintech, OJK mengingatkan bahwa layanan mereka berada dalam ranah finansial yang highly regulated. Sehingga, pelanggan tidak bisa sembarangan dalam menjamin keamanan pelanggan.Safe Harbour adalah kebijakan pemerintah yang memisahkan tanggung jawab penyedia marketplace atau fintech berbasis user generated content (UGC) dengan penjual yang memakai jasa mereka.
[Gambas:Video CNN] (Antara/age)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2qf6UZ2
via IFTTT
No comments:
Post a Comment