"Setelah mempertimbangkan berbagai asessmen dan perkiraan dari global dan domestik, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tangal 17 hingga 17 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7DRRR 25 bps menjadi sebesar 5,75 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Kompleks Gedung BI, Kamis (18/7).
Perry menyatakan keputusan ini merupakan hasil pertimbangan bank sentral terhadap kondisi ekonomi di luar maupun dalam negeri. Utamanya, mengenai tensi perang dagang yang kian memanas, sehingga mempengaruhi perekonomian global dan volume perdagangan dunia.
Dari luar negeri, ekonomi Amerika Serikat diperkirakan tumbuh lebih rendah karena kinerja ekspor belum mumpuni dan stimulus fiskal yang terbatas. Sementara itu, ekonomi China dan India juga diperkirakan juga melandai.
Di sisi lain, ekonomi Eropa juga melamnbat akrena penurunan kinerja ekspor dan masalah struktural soal populasi tua yang meningkat (aging population) yang berpengaruh ke permintaan domestik.
"Sejumlah bank sentral merespons dinamika yang kurang menguntungkan dengan kebijakan moneter lebih dovish, termasuk banks entral AS yang akan menurunkan suku bunga acuannya," ujar dia.
Sementara dari dalam negeri, BI mempertimbangkan realisasi beberapa indikator ekonomi.
Pertama, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 yang stagnan karena konsumsi terjaga dan investasi yang stabil. Hanya saja, ekspor akan turun karena melandainya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas karena dampak ketegangan dagang. Namun, ini disebutnya terjadi di hampir semua negara.
"Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia di berada di bawah titik tengah 5 hingga 5,4 persen," tambah dia.
Kedua, BI menilai neraca pembayaran Indonesia kuartal II masih tetap surplus karena neraca transaksi modal dan finansial akan lebih baik. Adapun arus modal asing masuk setara dengan US$9,7 miliar hingga akhir Juni. Meski memang, defisit transaksi berjalan akan melebar seiring kinerja ekspor melambat dan tren tahunan.
Ketiga, BI menilai nilai tukar rupiah terus lanjutkan penguatan. Pada Juni 2019 rupiah menguat 1,04 persen secara point-to-point dibanding akhir Mei dan 1,13 persen dibandingkan dengan rata-rata tahun 2019. Penguatan berlangsung hingga Juli, di mana penguatan tercatat 1,06 persen secara point-to-point.
Ini disebabkan karena imbal hasil investasi portfolio domestik kian menarik. "Dan persepsi keuangan Indonesia makin baik setelah peningkatan peringkat dari S&P sehingga modal asing masuk dan memperkuat rupiah," tutur dia.
Keempat, BI juga memandang inflasi pada Mei masih terkendali. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juni mencatat inflasi bulanan 0,55 persen secara bulanan dan 3,28 persen secara tahunan.
"Inflasi hingga akhir 2019 masih akan kami harapkan di bawah titik tengah kisaran sasaran 3,5 plus minus 1 persen," pungkas Perry.
[Gambas:Video CNN] (glh/agi)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2xVoTUQ
via IFTTT
No comments:
Post a Comment