Keluhan yang disampaikan konsumen untuk pinjaman online, sambungnya, masih terkait dengan penetapan bunga yang tinggi dari perusahaan. Selain itu, pelaku fintech P2P lending juga seringkali mengambil data pribadi konsumen guna dijadikan senjata untuk menagih utang yang telat dibayar.
"Kami baru diudang OJK, di sana kami katakan bahwa pinjaman online harus jadi perhatian betul. Negara harus hadir memblokir pinjaman online ini, khususnya yang tidak berizin. Masa negara tidak bisa, tidak boleh bilang begitu," ucap Tulus, Jumat (19/7).Sementara, pengaduan terhadap e-commerce juga tak jauh-jauh dari barang yang tidak sampai ke tempat tujuan dan tak sesuai dengan di aplikasi. Namun, Tulus menyebut jumlahnya sudah semakin berkurang."Ya masih ada yang begitu (barang tidak sampai) tapi jumlah menurun. Lalu barang terlambat, pas sampai warna tidak sesuai," kata Tulus. Namun, ia mengaku belum menghitung secara pasti total pengaduan yang diterima selama semester I 2019. Maka itu, Tulus belum bisa menyebut detail jumlah pengaduan terhadap pinjaman online dan e-commerce saat ini. "Belum diakumulasi," imbuh dia.Untuk mengingatkan, YLKI sepanjang tahun lalu menerima sebanyak 564 aduan. Keluhan paling banyak disampaikan oleh konsumen sektor jasa keuangan, perumahan, dan pinjam meminjam online. YLKI mengklaim jumlah aduan masuk pada tahun lalu sebenarnya lebih rendah dari dibanding 2017 lalu yang sebanyak 642 pengaduan.
Tulus menyebut penurunan jumlah pengaduan disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya, pembenahan yang dilakukan badan usaha.
(aud/agt)from CNN Indonesia https://ift.tt/2XZlGyj
via IFTTT
No comments:
Post a Comment