Pages

Sunday, July 28, 2019

Menanti Kepastian The Fed, Saham Blue Chip Bisa Jadi Andalan

Jakarta, CNN Indonesia -- Pasar modal terus diliputi ketidakpastian, kali ini dalam waktu cukup panjang. Pemicunya adalah penantian kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve dalam rapat komite pasar federal terbuka (FOMC) pada 30-31 Juli mendatang.

Sikap para ekonom dan pelaku pasar berbalik arah, mengikuti perubahan kondisi ekonomi yang terjadi di Negeri Paman Sam.

Semula pelaku pasar memprediksi The Fed akan melakukan pelonggaran kebijakan moneter, setelah beberapa anggota dewan gubernur secara kuat mengisyaratkan hal tersebut. Pertimbangannya, perang dagang AS-China menimbulkan perlambatan ekonomi global sekaligus mengancam ekonomi AS. The Fed diyakini memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), bahkan beberapa ekonom memproyeksi penurunannya mencapai 50 bps. Saat ini, Fed Rate bertengger pada posisi 2,25 persen-2,50 persen.

Akan tetapi, pelaku pasar diamati mendadak balik arah menjelang akhir pekan lalu. Imbasnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tergelincir 2,03 persen dari 6.456-6.325.


Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai penyebabnya adalah rilis data ekonomi AS cukup memuaskan, sekaligus menjawab kekhawatiran akan ancaman perlambatan ekonomi AS. Sebut saja, data pesanan barang modal naik 1,9 persen dan penjualan ritel naik 0,4 persen pada Juni 2019. Tak hanya itu, laporan kinerja emiten juga kinclong.

"Ekonomi AS bagus jadi indikasi The Fed tidak menurunkan suku bunga pada akhir bulan. Mungkin turun 25 bps, tapi tidak bulan Juli atau tertunda ke bulan selanjutnya," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Atas kondisi itu, ia merekomendasikan investor untuk membeli saham-saham blue chip alias saham lapis satu. Blue chip mengacu pada saham perusahaan besar yang memiliki kinerja stabil dan risikonya kecil.

Alasannya, jika pasar mengalami koreksi lanjutan di tengah sentimen The Fed, maka kinerja saham tersebut akan cepat pulih (recovery).

Ia merekomendasikan dua saham dari sektor perbankan, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). Lebih lanjut, tiga saham sektor konsumer, yakni PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).


RTI Infokom mencatat saham blue chip itu terkoreksi pada perdagangan Jumat (26/7). Indofood Sukses Makmur turun paling dalam sebesar 4,30 persen ke Rp6.675 per saham. Diikuti oleh Indofood CBP Sukses Makmur turun 1,17 persen ke Rp10.575 per saham, BCA turun 0,88 persen ke Rp30.975 per saham, Bank Mandiri turun 0,64 persen ke Rp7.750 per saham, dan Unilever Indonesia turun 0,33 persen ke Rp44.800 persen.

Namun, jika dilihat kinerja saham sejak awal tahun saham-saham tersebut mencatat pertumbuhan. BCA melonjak paling tinggi sebesar 330 persen. Disusul Bank Mandiri naik 5,8 persen, Unilever Indonesia naik 3,44 persen, dan Indofood CBP Sukses Makmur naik 1,68 persen. Hanya Indofood Sukses Makmur yang tercatat melemah sebesar 8,2 persen.

Tak hanya kinerja saham, perusahaan tersebut masih mengantongi pertumbuhan laba dua digit pada semester I 2019. BCA meraih pertumbuhan laba bersih sebesar 12,6 persen dari Rp11,4 triliun menjadi Rp12,9 triliun.

Lebih lanjut, laba Bank Mandiri naik 11,1 persen dari Rp12,17 triliun menjadi Rp13,53 triliun. Sedangkan, Unilever Indonesia hanya mampu membukukan kenaikan laba 5,12 persen dari Rp3,51 triliun menjadi Rp3,69 triliun.

Sementara itu, Indofood Sukses Makmur dan Indofood CBP Sukses Makmur belum menyampaikan laporan keuangan semester I 2019. Namun, kedua perusahaan berhasil mengantongi pertumbuhan laba pada kuartal I 2019.

Tercatat laba masing-masing perusahaan naik 13,53 persen dari Rp1,18 triliun menjadi Rp 1,34 triliun dan tumbuh 10,24 persen dari Rp1,21 triliun menjadi Rp1,34 triliun.


"Jadi kinerjanya masih cukup bagus," ujarnya.

Hans memasang target harga saham BCA bisa menyentuh level Rp32.385 ribu per saham dalam satu pekan ini. Kemudian, Bank Mandiri diprediksi mencapai level Rp8.130 per saham.

Lebih lanjut, Unilever Indonesia diprediksi melaju ke Rp48.450 per saham. Sedangkan Indofood Sukses Makmur dan Indofood CBP Sukses Makmur diyakini mengarah masing-masing ke Rp7.380 per saham dan Rp11.475 per saham.

Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe menyampaikan analisa berbeda. Menurut dia, The Fed bakal mengerek turun suku bunga sebesar 25 bps. Meski, rilis data ekonomi membaik, namun pertumbuhan ekonomi AS sendiri melambat.

Mengutip Reuters, ekonomi AS tumbuh 2,1 persen pada kuartal II 2019. Angka ini turun dari kuartal I 2019 sebesar 3,1 persen. Akan tetapi, raihan itu lebih tinggi dari prediksi ekonom sebesar 1,8 persen.


"Penurunan suku bunga untuk mencegah pertumbuhan ekonomi AS jangan melambat lagi," katanya.

Ia memproyeksi sentimen penurunan suku bunga The Fed akan membawa angin segar bagi pasar modal Indonesia. Alasannya, investor asing akan melarikan dananya dari AS guna mencari imbal hasil yang lebih tinggi.

"Pasar melihat saham Indonesia masih bisa tumbuh lebih tinggi," tuturnya.

Maka itu, investor bisa memanfaatkan peluang koreksi untuk mengakumulasi saham-saham yang harganya sudah terdiskon. Ia merekomendasikan empat saham, yakni PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC), PT Envy Technologies Indonesia Tbk (ENVY), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

Pada penutupan perdagangan pekan lalu, saham Kapuas Prima Coal naik 0,91 persen ke level Rp555 per saham. Akan tetapi tiga saham lainnya parkir di zona merah.

[Gambas:Video CNN]

Rinciannya, Envy Technologies Indonesia turun 1,33 persen ke Rp1.115 per saham, HM Sampoerna turun 3,32 persen ke Rp2.910 per saham, dan BNI turun 0,88 persen ke Rp8.425 per saham.

Meski turun, sejak awal tahun saham tersebut mencatat kinerja cukup kinclong. Saham Kapuas Prima Coal melonjak 660 persen. Lalu, Envy Technologies Indonesia terbang 100,9 persen. Sedangkan HM Sampoerna mampu tumbuh 7,46 persen. Hanya saham BNI yang melemah 22,81 persen.

"Saat ini keempat saham tersebut sudah murah dan masih berpotensi naik," tuturnya. (ulf/lav)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2Y9y6J1
via IFTTT

No comments:

Post a Comment