Sebelumnya, pemegang saham menggugat agenda pergantian susunan direksi dan komisaris yang berlangsung dalam salah satu agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) perseroan.
Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan belum bisa mengambil langkah karena masih melakukan klarifikasi terhadap seluruh pihak yang terkait dengan RUPST Jababeka pada 26 Juni 2019. Ia menyatakan OJK akan menampung argumen dari semua pihak, baik manajemen maupun pemegang saham.
"Semua harus diteliti dulu, banyak yang menyatakan mau melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lagi, yaudah tidak apa-apa. Kami tampung, kami periksa," ucap Hoesen, Rabu (24/7).
Kendati banyak yang meminta RUPS diadakan lagi, tapi Hoesen belum bisa memastikan bahwa perusahaan itu akan kembali menggelar rapat pergantian jajaran direksi dalam waktu mendatang atau tidak. Pasalnya, proses pemeriksaan masih berlangsung."Ya belum tahu (akan RUPS lagi atau tidak). Lagi kami teliti. Lagi kami klarifikasi karena kan banyak pemberitaan jadi kami klarifikasi sebenarnya yang terjadi seperti apa," ucap Hoesen.
Ia akan memeriksa proses pergantian jajaran direksi dan penyelenggaraan RUPS tersebut. Hoesen berjanji akan mengumumkan hasil pemeriksaan dalam waktu dekat.
"Secepatnya (hasil pemeriksaan)," tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah pemegang saham atas nama Lanny Arifin, Handi Kurniawan, Wiwin Kurniawan, Christine Dewi, Richard Budi Gunawan, PT Multidana Venturindo Kapitanusa, dan Yanti Kurniawan telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor register perkara 413/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst mengenai agenda perubahan jajaran direksi dalam RUPSR yang dianggap melawan hukum.Melalui surat resmi yang disampaikan Jababeka kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 Juli 2019 kemarin dituliskan bahwa dengan didaftarkannya gugatan ini, artinya agenda perubahan direksi belum berlaku efektif.
"Keputusan agenda kelima RUPST (terkait perubahan direksi) belum berlaku secara efektif sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Sekretaris Perusahaan Budianto Liman dalam surat itu.
Selain perubahan direksi, Jababeka juga sedang tersandung persoalan ancaman gagal bayar (default) atas kewajiban pembayaran surat utang (notes) yang diterbitkan anak usaha perusahaan. Potensi ini muncul setelah ada perubahan manajemen dan pemegang saham.
[Gambas:Video CNN]
Perubahan tersebut membuat Jababeka International harus memberi penawaran pembelian kepada para pemegang notes dengan harga pembelian sebesar 101 persen dari nilai pokoknya yang sebesar US$300 juta. Hal itu ditambah pula dengan kewajiban bunga. (aud/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2Yqdnjo
via IFTTT
No comments:
Post a Comment