Diketahui, pemerintah tengah melaksanakan program mandatory penyaluran dan penggunaan biodiesel sebanyak 20 persen (B20). Dalam realisasinya, penggunaan B20 sudah mencapai 3,49 juta kiloliter atau 56,38 persen dari target 6,19 juta kiloliter.
"Kami sudah mulai dengan program B20, akan masuk ke B30. Tapi kan bisa lebih dari itu, kami bisa membuat B100," ujar Jokowi saat menyampaikan pidato di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (16/8).
Berdasarkan peta jalan yang sudah dirumuskan, pemerintah melaksanakan program wajib B20 pada tahun ini. Di saat yang sama, pemerintah turut melangsungkan uji coba B30 pada Juni-Oktober 2019.
Setelah itu, pemerintah akan menerapkan program wajib B30 pada Januari 2020. Lalu, diteruskan dengan program B50 pada akhir tahun depan dan B100 pada 2021."Kami sudah memproduksi sendiri avtur hingga tidak impor avtur lagi. Tapi, kami bisa lebih dari itu, kami bisa ekspor avtur, kami juga ingin produksi avtur berbahan sawit," tegas Jokowi.
Targetnya, pemerintah ingin program kewajiban B20 bisa mengurangi devisa untuk pembayaran impor minyak sebanyak US$5,5 miliar per tahun. Pemerintah melakukan program ini dalam rangka mengurangi defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
Namun, mampukah RI memutar kendali dari importir menjadi eksportir avtur?
Presiden RI Jokowi jelang pidato kenegaraan di Gedung MPR, Jumat (16/8). (REUTERS/Willy Kurniawan).
|
Pernyataan itu diperkuat dengan respons Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar yang menyebut bahwa Indonesia sudah mengekspor avtur melalui PT Pertamina (Persero). "Kilang Pertamina mampu kok," tutur dia.
VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengaku perseroan baru mulai mengekspor avtur sejak Juli 2019. "Sudah satu atau dua kali pengapalan," katanya.
Namun, Fajriyah belum bisa menyebut volume dan negara tujuan ekspor avtur itu. Yang pasti, perseroan akan berupaya meningkatkan ekspor avturnya sesuai amanat Jokowi.
Saat ini, kebutuhan avtur dalam negeri dipasok oleh Pertamina. Salah satu kilang yang memproduksi avtur ialah Kilang RU IV Cilacap yang memiliki kapasitas produksi 1,7 juta barel per bulan.Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, ekspor avtur bukan hal yang mustahil. Pertamina diketahui mengekspor avtur hasil produksi kilang minyak di Cilacap. Bahkan, saat ini perseroan menaikkan kapasitas produksi avtur di kilang tersebut untuk kebutuhan ekspor.
"Kalau ekspor ya bisa-bisa saja, kan itu juga sudah dilakukan. Kebutuhan avtur dalam negeri juga stagnan, jadi bisa ekspor," imbuh Fabby kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/8).
Jumlah kebutuhan avtur yang stagnan dalam negeri dipengaruhi oleh industri penerbangan yang melorot beberapa waktu terakhir. Maklumlah, harga tiket pesawat yang sempat melejit membuat banyak masyarakat beralih ke transportasi lain.
"Aktivitas penerbangan kan turun, karena kebutuhan avtur stagnan jadi ada kesempatan juga untuk ekspor," jelasnya.Namun, Fabby menyebut keinginan Jokowi untuk memproduksi avtur dari minyak sawit tak bisa direalisasikan dengan cepat. Pasalnya, Pertamina perlu menyiapkan kilangnya terlebih dahulu.
Dalam hal ini, Pertamina bekerja sama dengan perusahaan minyak dan gas (migas) asal Italia Eni untuk memproduksi energi ramah lingkungan. Sejauh ini, perusahaan masih terus melakukan kajian untuk memproduksi bahan bakar ramah lingkungan.
"Ini sedang dibangun (kilang). Tapi untuk produksi avtur minyak sawit mungkin baru 2021," tutur dia.
[Gambas:Video CNN]
(bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2TBI4gq
via IFTTT
No comments:
Post a Comment