Pagi hari ini, sebagian besar mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Baht Thailand melemah 0,05 persen, yen Jepang melemah 0,2 persen, ringgit Malaysia melemah 0,3 persen, dan peso Filipina melemah 0,38 persen.
Sementara itu, terdapat pula mata uang yang menguat seperti dolar Hong Kong sebesar 0,06 persen, won Korea Selatan sebesar 0,07 persen, dan dolar Singapura sebesar 0,08 persen.
Di sisi lain, mata uang negara maju cenderung menguat terhadap dolar AS. Euro menguat 0,26 persen, dolar Australia menguat 0,34 persen, dan poundsterling Inggris menguat 0,09 persen.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan eskalasi perang dagang yang kian memanas masih terus memukul rupiah. Ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengancam menambah bea masuk tambahan bagi China sebesar 10 persen September mendatang.
Namun, kini perang dagang sudah berubah menjadi perang mata uang. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin bahkan mengatakan China telah melakukan manipulasi mata uang dan meminta International Monetary Fund (IMF) untuk menghilangkan kompetisi yang tidak sehat itu.
Selain itu, dari dalam negeri, terdapat rilis data pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2019 yang juga menjadi faktor pemukul rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi di angka 5,05 persen atau lebih rendah dibanding tahun lalu yakni 5,27 persen.
[Gambas:Video CNN]
Padahal, momentum pertumbuhan seharusnya terjadi di kuartal II mengingat ada helatan pemilihan umum dan bulan ramadan yang harusnya mendongkrak konsumsi.
"Sehingga dalam transaksi hari ini rupiah masih akan tertekan di posisi Rp14.230 hingga Rp14.280 per dolar AS," jelas Ibrahim, Selasa (6/8). (glh/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2GP4PID
via IFTTT
No comments:
Post a Comment