"Semua perda bisa (dibatalkan dengan omnibus law), iya (tidak perlu ke MA)," ucap Darmin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9).
Darmin menjelaskan kewenangan presiden dalam membatalkan perda sebenarnya sudah ada di beberapa undang-undang. Namun, ketika undang-undang yang bersinggungan dengan perda tidak memuat ketentuan itu, maka kepala negara tidak bisa membatalkan perda tersebut.
"Karena diambil sedikit-sedikit (dari undang-undang), presiden jadi kesulitan, ini jadi tidak bisa ini begini," imbuhnya.
Untuk itu, pemerintah memilih omnibus law agar sejumlah undang-undang bisa disatukan dan memiliki dasar kekuatan hukum yang sama bagi presiden untuk membatalkan perda. Kendati begitu, Darmin memastikan omnibus law tak serta merta berupaya untuk menjadikan presiden memiliki kekuatan terlalu besar (super power).Pasalnya, kekuasaan itu sejatinya memang sudah ada, namun tidak tertata dan tidak merata. "Jangan lupa, presiden di UUD adalah penanggung jawab akhir dari pelaksanaan pemerintahan. Ini negara presidensial, menteri itu pembantu presiden," katanya.
Darmin memberi contoh, misalnya pada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada uu itu disebutkan ada sejumlah kewenangan yang didesentralisasikan kepada kepala daerah, misalnya terkait pembuatan Norma, Standar, Persyaratan, dan Kriteria (NSPK).
Akhirnya, masing-masing kepala daerah kerap membuat NSPK sendiri-sendiri. Begitu pula dengan menteri. Padahal seharusnya pembentukan NSPK dilakukan oleh presiden, baru setelah itu dilaksanakan oleh menteri dan kepala daerah. Untuk itu, sambungnya, perlu ada omnibus law.
[Gambas:Video CNN]
"Akhirnya seperti sekarang ketika presiden ingin melakukan perubahan, malah dijawab loh itu uu yang bilang kewenangan saya (menteri dan kepala daerah). Padahal itu kewenangan presiden," tuturnya.
Sementara terkait teknis, omnibus law akan menyatukan sekitar 74 undang-undang. Meski demikian, kemungkinan hanya ada satu sampai dua pasal yang disinkronkan dari tiap undang-undang.
Rencananya, omnibus law akan selesai pada Oktober mendatang. "Yang kami revisi hanya menyangkut NSPK karena dia pelaksanaan dari kewenangan itu," tuturnya.
Di sisi lain, mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu meyakini hal ini tak akan membuat pemerintah akan digugat lantaran memperkuat kewenangan presiden. Misalnya, seperti ketika Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo digugat atas pembatalan sekitar tiga ribu perda di Mahkamah Konstitusi.
"Saat itu, kami bukan kalah secara hukum, tapi secara prosedural. Menurut MK, Mendagri tidak bisa mencabut itu, yang bisa bosnya menteri (presiden)," terangnya.
(uli/agt)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2n9Vbtk
via IFTTT
No comments:
Post a Comment