Dilansir dari Reuters, Rabu (11/9), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$0,21 menjadi US$62,38 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah AS berjangka West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,45 menjadi US$57,4 per barel.
Pada perdagangan pascapenutupan harga minyak menanjak setelah data industri menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah AS yang jauh lebih besar dari ekspektasi.
Institute Perminyakan Amerika mencatat stok minyak mentah AS turun 7,2 juta barel pekan lalu, melampaui ekspektasi sejumlah analis yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 2,7 juta barel. Data resmi pemerintah akan dirilis pada Rabu (11/9), waktu setempat.
"Pasar menangkap hal itu sebagai sinyal pemerintah Trump mungkin akan melunak ke Iran, membuka pembicaraan dan kemungkinan kembalinya minyak Iran," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.
Sebagai catatan, ekspor minyak mentah Iran telah terpangkas lebih dari 80 persen akibat pengenaan sanksi kembali oleh AS. Hal itu terjadi setelah AS keluar dari perjanjian nuklir 2015 dengan sejumlah negara yang menjadi kekuatan dunia.
Pada Mei lalu, AS menghentikan pengecualian pemberlakuan sanksi kepada sejumlah importir minyak Iran yang bertujuan menekan ekspor minyak Iran hingga nol bph.
Pada laporan bulanan terbaru 'Short Term Energy Outlook, EIA mengurangi proyeksi harga WTI di pasar spot untuk 2019 menjadi rata-rata US$56,31 per barel dari sebelumnya US$57,87 per barel pada laporan Agustus 2009. EIA juga memangkas proyeksi harga Brent di pasar spot 2019 menjadi rata-rata US$63,39 menjadi US$65,15 per barel.
Sementara itu, pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Pangeral Abdulaziz bin Salman yang meyakinkan Arab Saudi bakal melanjutkan pemangkasan produksi 1,2 juta bph sesuai kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya membantu menopang harga pasar.
Komite Pengawasan Gabungan Tingkat Menteri OPEC+ yang melaporkan kepatuhan terhadap kesepakatan pemangkasan akan bertemu pada Kamis (12/9) di Abu Dhabi. Lebih lanjut, Goldman Sachs memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak 2019 sebesar 100 ribu bph menjadi 1 juta bph.
Namun, proyeksi pertumbuhan permintaan minyak tahun depan tetap di level 1,4 juta bph.
"Proyeksi permintaan-penawaran untuk 2020 membutuhkan tambahan pemangkasanproduksiOPEC untuk menjaga tingkat persediaan mendekati normal," ujar para analis Goldman Sachs dalam catatannya.
from CNN Indonesia https://ift.tt/2NSX20L
via IFTTT
No comments:
Post a Comment