"Dengan Klaster komoditas tersebut, maka ke depan masalah fluktuasi harga dan pasokan cabai dapat perlahan diatasi," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (3/10).
Apalagi, menurut Karen, saat ini masa panen cabai pun berbeda di masing-masing wilayah Indonesia.
"Cabai di Jawa dan Sumatra saja beda karena masa panennya tidak sama. Harusnya bisa ditata. Tapi, siapa yang bisa menata itu?" ucapnya.
Karen menyebut yang melatarbelakangi idenya tersebut pengalaman industri swasta yang selalu membutuhkan cabai sebagai bahan baku produksi. Ia bilang banyak pihak swasta yang melakukan kerja sama dengan petani cabai selama ini."Pola-pola seperti ini, harus diperluas supaya produk komoditas hortikultura seperti cabai ini lebih tertata," tutur dia.
Selama ini, banyak petani cabai merasa kesulitan untuk meningkatkan penjualan cabai karena tidak ada pengawasan yang teratur. Hasilnya, para petani hanya dapat mengandalkan tengkulak yang menentukan harga yang tinggi.
Ia menegaskan untuk menyejahterakan petani cabai, maka dibutuhkan kesinambungan dan kerja sama antara pihak swasta, pemerintah, dan pemerintah daerah.
"Persoalan pendanaan bagi petani itu turut menjadi pekerjaan bersama antara swasta, pemerintah pusat, hingga pemerintah daerah," imbuh dia.Seharusnya, ia melanjutkan pemerintah sesegera mungkin untuk mengkomunikasikan kepada petani cabai agar tidak hanya menjual cabai secara mentah, tetapi juga dalam bentuk yang sudah diolah seperti cabai bubuk dan juga makanan lainnya yang berbasis cabai.
Hal tersebut diyakini akan meningkatkan produktivitas serta variasi produk dari para petani cabai, sehingga penjualan dan kesejahteraan petani cabai diharapkan dapat meningkat.
"Ke depan, petani mesti diarahkan (pemerintah) untuk tidak hanya menjual cabai mentah. Tapi cabai olahan," jelasnya.
Namun, untuk melakukan hal tersebut, Karen mengakui tentunya perlu disokong oleh dana yang besar. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membuat klaster tersebut."Itu bisa dilakukan kalau kita punya klaster, manajemen akan lebih mudah," katanya.
Ia mengaku bahwa tiga bulan ke depan, pihaknya akan berusaha mendata potensi komoditas hortikultura di masing-masing wilayah di Indonesia agar dapat dikembangkan.
Dengan demikian, Karen menyebut koordinasi pemerintah dan Kadin perlu ditingkatkan. "Koordinasi Kadin dengan pemerintah harus lebih baik agar pengembangan klaster bisa memberikan hasil positif," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]
Sementara itu, berdasarkan data dari kemenko Perekonomian RI soal perkembangan kontribusi lima sektor tertinggi PDB di Indonesia, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan selalu menempati peringkat ketiga dengan jumlah 13 persen dari tahun ke tahun sejak tahun 2014.
Asisten Deputi Agribisnis Kemenko Perekononian RI Yuli Sri Wilanti menyebutkan hal itu menunjukkan betapa besar kontribusi sektor pertanian di Indonesia.
"Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menempati peringkat ketiga kontributor tertinggi setelah Industri dan perdagangan. Hal ini menunjukkan peran pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia itu penting dan strategis," kata Yuli.
Ia bilang pemerintah saat ini lebih memprioritaskan pangan nasional supaya tidak terjadi kekurangan suplai.
Berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengimbau dalam peningkatan ekspor dan investasi, saat ini pemerintah pun sedang berusaha meningkatkan ekspor komoditas hortikultura.Dengan implementasi ide mengenai pembuatan cluster komoditas hortikultura, Yuli berharap ekspor dapat ditingkatkan.
Berdasarkan data Kemenko Perekonomian, ekspor komoditas hortikultura mencapai US$ 439,5 pada 2018. Angka tersebut menurun dari jumlah ekspor sebanyak US$ 441,5 pada 2017.
Pada 2018, produktivitas komoditas pertanian cabai besar pun telah mencapai kurang lebih 8,6 ton per hektare (ha).
(ara/bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2OihhFt
via IFTTT
No comments:
Post a Comment