Ketua Kadin Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Raden Pardede menyatakan harus ada pembagian pembiayaan yang jelas untuk beberapa sektor usaha dalam mencari pendanaan. Bagi sektor usaha yang menjalankan proyek jangka panjang seperti infrastruktur, sebaiknya tak dibiayai lewat perbankan.
"Pembiayaan infrastruktur itu adalah tugas pasar modal, bukan bank. Harusnya infrastruktur misalnya dari obligasi, dana pensiun (dapen)," kata Raden, Senin (4/11).
Di sisi lain, perbankan bisa membiayai perusahaan yang membutuhkan modal kerja jangka pendek. Dengan kata lain, pengembaliannya bisa dilakukan dalam waktu satu tahun atau dua tahun. "Ini suatu keharusan. Tapi ini kelemahan sistem keuangan di Indonesia. Seharusnya tidak bisa andalkan bank untuk biayai pembangunan," ujarnya.
Sejauh ini, Raden menyatakan tingkat likuiditas perbankan nasional masih cukup baik. Hanya saja, rentan mengetat jika perusahaan tak mengatur lagi pemberian kredit kepada sektor usaha.
Sebagai catatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) per September 2019 sebesar 92,2 persen. Angka itu terlihat lebih longgar dibandingkan dengan posisi September 2018 yang mengetat sebesar 94 persen.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menyatakan tingkat likuiditas pada waktu mendatang akan bergantung pada permintaan kredit. Bila tahun depan pengajuan kredit melonjak, bukan tidak mungkin LDR semakin mengetat.
[Gambas:Video CNN]
"Tergantung pertumbuhan kredit, kalau kredit tinggi maka LDR bisa tetap tinggi," ucap Fauzi.
Ia menyatakan rata-rata LDR Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) I, II, dan IV sudah cukup longgar karena berada di bawah 92 persen. Namun, rata-rata LDR BUKU III tembus 100 persen.
(aud/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/34BlVDz
via IFTTT
No comments:
Post a Comment