Pages

Wednesday, December 4, 2019

Susah Payah Sri Mulyani Hapus Citra Korupsi Petugas Pajak

Jakarta, CNN Indonesia -- Persepsi publik terkait kasus tindak korupsi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ternyata masih belum memudar. Kondisi itu membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani sakit hati mengingat instansinya terus berjibaku melakukan perbaikan.

Beberapa tahun lalu, sosok Gayus Tambunan sempat populer sebagai koruptor yang mencoreng citra otoritas pajak. Tak kapok, setelah Gayus, KPK juga mencokok beberapa oknum petugas pajak yang menerima suap. Tak ayal, publik menilai tindak pidana korupsi di lingkungan otoritas pajak sudah menjadi rahasia umum.

Mereka memberikan stigma bahwa DJP merupakan lahan basah bagi beberapa oknum untuk memanfaatkan jabatan dan tanggung jawabnya dalam mengurusi pajak. Tak hanya DJP, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pun turut terkena stigma tersebut, yang sudah melekat dan sulit untuk dilupakan masyarakat.


Menurut Sri Mulyani, jumlah karyawan yang melakukan korupsi dalam lembaga di bawah naungannya itu sebenarnya tak sebanding dengan karyawan yang telah bekerja sesuai aturan. Ia mengaku kesal dan merasa diperlakukan tak adil. Sebab, dari keseluruhan pegawai, ribuan pegawai pajak sudah bekerja dengan 'bersih'. Sementara, hanya satu dua orang yang melakukan korupsi.

"Ini bagian yang menyakitkan hati, karena nila setitik itu membuat persepsi tentang pajak, 'Oh identik dengan yang begitu (korupsi)'," ucap Ani, sapaan akrabnya, Selasa (3/12).

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pajak Yustinus Prastowo menilai fenomena korupsi yang kerap didapati kedua lembaga memang disebabkan oleh banyaknya 'godaan' dari beberapa pihak yang memang enggan untuk membayar pajak.

"Ya saya rasa memang di DJP dan DJBC hampir sama, pasti banyak godaan. Tanpa meminta pun banyak yang menawarkan negosiasi dengan petugas pajak, ditambah area yang abu-abu dan seringkali tak langsung berurusan dengan pemerasan, tapi lebih kepada kerjasama yang saling menguntungkan," kata Yustinus kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/12).

Menurutnya, beberapa area yang rawan adalah pemeriksaan pajak, penegakan hukum pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan, keberatan, penagihan, dan pengawasan serta konsultasi.

Yustinus menyebut godaan-godaan tersebut lahir dari terbukanya kesempatan akibat minimnya pengawasan dan moralitas beberapa pegawai. Kondisi itu membuat beberapa pegawai akhirnya tergoda melakukan korupsi dengan leluasa melalui kerja sama.

"Paling rawan saya kira pemeriksaan pajak, karena di situ kewenangan paling besar, mencakup pengujian kepatuhan wajib pajak, termasuk ke pembukuan dan pembuktian," ungkap Yustinus.

Kendati demikian, Yustinus mengaku yakin masih banyak pula pegawai yang memiliki integritas untuk melakukan pengawasan pajak secara baik dan benar.

Suasana KPP Pratama Menteng Satu di hari terakhir pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi, 31 Maret 2018. Bagi warga yang tidak melaporkan maka akan terkena denda administrasi sebesar Rp 100.000.Suasana KPP Pratama Menteng Satu di hari terakhir pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi, 31 Maret 2018. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Dalam mengantisipasi munculnya oknum-oknum korupsi pajak, Yustinus menyebut pemerintah dapat memanfaatkan beberapa pegawai yang memiliki integritas tersebut dengan sistem laporan (whistle blowing system).

"Saya yakin pegawai yang masih bagus jauh lebih banyak, ini bisa dimanfaatkan. Penguatan integritas, peran whistleblowing system sehingga pembersihan dapat dilakukan secara menyeluruh dengan membuat sistem dari dalam," tuturnya.

Tak hanya itu, Yustinus juga menilai pemberian sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) juga dapat menjadi solusi yang sangat efektif dalam menciptakan sistem tersebut.

Dengan memberikan reward kepada pegawai yang berintegritas, disertai hukuman yang berat bagi para koruptor dan pegawai yang melanggar, lama kelamaan ekosistem kerja yang baik akan tercipta dari dalam dan menyeluruh.

"Sistem reward and punishment yang lebih tegas bisa jadi solusi efektif. Hukumannya, bisa mutasi ke wilayah terpencil, non-job, hingga pemecatan dan pidana kalau terbukti melakukan korupsi," pungkasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal. Ia mengungkap betapa pentingnya perbaikan moral dari dalam lembaga secara menyeluruh dengan melakukan pengawasan yang ketat.

Selain itu, menurut Faisal, hati-hati dalam proses pengisian jabatan juga bisa menjadi salah satu tindakan preventif.

Kerek Rasio Pajak

Faisal mengingatkan otoritas perpajakan memiliki peran penting dalam mendulang penerimaan negara. Terlebih, rasio pajak di Indonesia masih terjebak di kisaran 11 persen.

Untuk itu, perbaikan moral petugas menjadi kunci dari keberhasilan pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan negara.

"Jadi integritas dari seluruh pegawai harus dibangun dan dipertahankan, sementara yang tidak berintegritas lebih baik disingkirkan," katanya.

Apabila permasalahan moral tersebut dapat diantisipasi dengan baik, kepercayaan publik secara berangsur dapat dibangun. Ujung-ujungnya, rasio pajak dapat terdongkrak.

"Butuh waktu tentunya, tapi tetap harus dilakukan untuk mendapatkan kepercayaan publik kembali," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN] (sfr)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2PbZgYk
via IFTTT

No comments:

Post a Comment