Pages

Saturday, July 27, 2019

Bank Keberatan, LPS Sebut Pembahasan Dana Resolusi Masih Alot

Cirebon, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengakui bahwa pembahasan mengenai Peraturan Pemerintah (PP) terkait pelaksanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dengan pemerintah dan industri masih alot. Pasalnya, aturan ini dinilai akan menambah beban bagi perbankan.

"Ya namanya orang mau menambah biaya pasti alot lah. Nah, justru tugas kami adalah menjelaskan bahwa tambahan biaya tidak memberatkan tapi ada gunanya nanti," ucap Direktur Group Penanganan Premi Penjaminan LPS Samsu Adi Nugroho di Cirebon, Sabtu (27/7).

Program restrukturisasi ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dalam hal ini, PP tersebut akan mengatur dana resolusi atau resolution fund.

Samsu menyebut masih butuh waktu untuk menyamakan persepsi terkait program ini dengan industri. Bila perbankan merasa iuran premi dari PRP menambah beban keuangan, LPS justru menilainya sebagai bentuk antisipasi perusahaan.

Keberatan ini khususnya ditunjukkan oleh bank-bank besar atau mereka yang masuk dalam kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4. Mereka beranggapan sudah melakukan berbagai upaya agar terhindar dari kebangkrutan.

"Ya pokoknya merasa inilah dia (bank BUKU 4) sudah merasa sudah melakukan semuanya untuk terhindar dari krisis, jadi ya mereka merasa bahwa itu (iuran premi PRP) tentu akan menjadi beban tambahan," jelasnya.

Kendati demikian, Samsu menyebut persoalan ini bukan berarti membuat PRP sulit diimplementasikan. LPS tetap akan berupaya agar PRP ini bisa berjalan.

"Saya tidak bilang sulit, tapi mungkin masih perlu pembahasan. Kami akan coba dulu," ujar Samsu.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyatakan pihaknya akan memungut iuran premi untuk PRP mulai dari 0 persen hingga 0,007 persen dari total aset bank. Premi ini berbeda dengan iuran yang selama ini disetorkan bank-bank ke LPS, yang ditujukan untuk menjamin simpanan nasabah.

Halim menjelaskan bahwa kewajiban pembayaran premi PRP berlaku untuk semua bank. Namun, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dibebaskan dari kewajiban ini alias premi 0 persen.

"Kecuali BPR tersebut memiliki aset di atas Rp1 triliun, kena aturan pembayaran," ucap Halim.

Sebagai catatan, saat ini perbankan dikenakan pembayaran premi untuk LPS sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu sebesar 0,2 persen dari dana pihak ketiga (DPK) bank.

Selain itu, bank juga harus membayar iuran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tiap tahun sebesar 0,045 persen dari total nilai aset.

[Gambas:Video CNN]

(aud/arh)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2MjrDE7
via IFTTT

No comments:

Post a Comment