Pages

Tuesday, July 16, 2019

McKinsey: Asia Jadi Rumah Bagi Sepertiga Unicorn Dunia

Jakarta, CNN Indonesia -- McKinsey, perusahaan konsultan manajemen multinasional, mencatat Asia memiliki sepertiga dari jumlah perusahaan rintisan (startup) dengan valuasi US$1 miliar atau disebut dengan unicorn di seluruh dunia.

Dikutip dari laporan McKinsey Global Institute bertajuk Asia's Future is Now pada Juli 2019, jumlah unicorn di Asia sudah mencapai 119 perusahaan atau 35,95 persen dari 331 unicorn yang ada di seluruh dunia per April 2019.

Dari seluruh jumlah unicorn di Asia, China memiliki unicorn terbanyak dengan jumlah 91 perusahaan. Disusul India sebanyak 13 perusahaan, Korea Selatan 6 perusahaan, dan Indonesia sebanyak 4 perusahaan.

Menurut laporan tersebut, terdapat beberapa faktor mengapa Asia kini menjadi rumah bagi ratusan perusahaan rintisan kelas kakap.


Pertama, investasi yang menjanjikan. McKinsey menilai, perusahaan rintisan di Asia bisa berkembang lebih baik lantaran model bisnisnya menyasar langsung ke konsumen (business-to-consumer). Hal ini pun tak lepas dari jumlah pengguna ponsel pintar di Asia yang juga tak kalah besarnya.

Data McKinsey menunjukkan China, India, Indonesia, Jepang, Bangladesh, Filipina, Vietnam, dan Thailand menggenggam 44 persen dari total pengguna internet di dunia.
Bahkan, India dan Indonesia disebut sebagai dua negara yang paling cepat mengadaptasi penggunaan teknologi dalam tiga tahun terakhir.

Dengan prospek menjanjikan, tak heran jika investasi di perusahaan rintisan Asia mencapai US$129,8 miliar pada tahun lalu atau setengah dari total investasi global.

"Perusahaan rintisan di Asia memiliki ciri yang unik, berbeda dengan perusahaan rintisan negara-negara barat yang mengedepankan penelitian dan pengembangan (litbang), seperti cloud computing, analisis, dan informasi teknologi di jasa kesehatan," tulis laporan tersebut dikutip Selasa (16/7).
[Gambas:Video CNN]
Kedua, kesiapan sumber daya manusia yang juga mumpuni. Laporan itu menyebut bahwa beberapa negara berinisiatif untuk menjadikan rekayasa intelektual (AI) sebagai agenda nasional. Jepang contohnya, berambisi untuk melahirkan 250 ribu ahli AI setiap tahun. Sementara, Singapura dan Korea Selatan memiliki kebijakan yang mendukung.

Hal ini dipandang cukup menarik, meski di area pedesaan India, Indonesia, dan Bangladesh masih terdapat masyarakat yang belum terjamah teknologi.

"Tahap selanjutnya bagi Asia adalah menggunakan teknologi informasi untuk kepentingan yang lebih luas, dari mulai pertanian, ritel, hingga logistik," tutup laporan itu.

(glh/bir)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2XNw6WA
via IFTTT

No comments:

Post a Comment