Ia sudah memberikan surat pengunduran diri kepada Menteri BUMN Rini Soemarno kemarin. Usai menyampaikan surat pengunduran diri, Roy bercerita ke media bahwa keputusan tersebut diambil karena kecewa. Pasalnya, dissenting opinion yang disampaikannya terkait pembangunan pabrik blast furnace atau pengolahan biji besi yang dinisiasi sejak 2011 ditolak.
Padahal, menurut hitungannya, proyek tersebut bisa memberikan kerugian Rp1,2 triliun per tahun kepada Krakatau Steel. Ia mengaku dalam empat tahun kemarin telah berkali-kali memberi surat peringatan kepada Kementerian BUMN dan direksi Krakatau Steel terkait potensi kerugian proyek ini. Namun selama empat tahun itu pula, peringatan tersebut tak digubris.
Atas masalah itu, Roy mulai mempertanyakan posisinya sebagai komisaris Krakatau Steel. Ia merasa kehadirannya sebagai dewan pengawas perusahaan baja itu tidak diperlukan lagi. Oleh karenanya, ia memilih mundur, meski Kementerian BUMN memintanya bertahan hingga April 2020 mendatang.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Tallatov mengatakan fenomena yang menimpa Roy merupakan bukti jabatan komisaris saat ini fungsinya memang ada yang dikesampingkan dalam pengelolaan BUMN.
Fenomena tersebut sebenarnya sudah bisa dilihat sejak beberapa tahun terakhir saat jabatan komisaris BUMN mulai diobral untuk kepentingan politik golongan tertentu. Obral tersebut membuat posisi komisaris dinilai 'layak' untuk tidak dilihat lagi dalam pengelolaan BUMN.
Maklum, obral membuat banyak posisi komisaris BUMN banyak dipegang tokoh dari partai politik. Sosok dari partai politik banyak dinilai tidak memiliki kompetensi untuk menjadi komisaris.
[Gambas:Video CNN]
Mereka sering tak mengetahui proses bisnis atau teknis dari inti bisnis (core business) BUMN yang diawasinya. Kursi komisaris yang diobral membuat citra komisaris BUMN dianggap sebagai komoditas politik semata.
"Memang selama ini asosiasi antara komisaris dan kepentingan politik ini tak bisa lepas. Terlebih, belum tentu politisi ini punya pemahaman cakap mengenai pengawasan badan usaha, apalagi BUMN," terang Abra.
Padahal, jabatan komisaris tidak boleh dipandang sebelah mata. Peranannya cukup penting di dalam tubuh BUMN.
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN diatur komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap BUMN. Dalam Pasal 7 diatur bahwa komisaris dilarang mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan BUMN.
"Jadi dari aturan itu, memang sepak terjang kinerja BUMN sangat bergantung dengan sejauh mana komisaris menjalankan kinerjanya. Dalam aktivitas bisnis ini tanggung jawab komisaris cukup besar. Bahkan, ia juga perlu dedikasi penuh," terang dia.
Maka, ia berharap Kementerian BUMN tak lagi main-main dengan jabatan komisaris. Jika memang pemerintah peduli dengan kelangsungan BUMN, maka saran dari komisaris yang baik dan benar harus diperhatikan.
Namun, agar seluruh opini komisaris benar-benar kredibel, ia meminta Kementerian BUMN untuk merombak proses seleksi komisaris BUMN. Menurut Abra, lelang jabatan komisaris secara terbuka diperlukan agar orang yang kompeten dan profesional bisa ikut serta dalam menata tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) BUMN.
"Memang saya melihat jabatan komisaris BUMN ini tidak bisa lepas dari kepentingan politik. Maka perlu diubah cara untuk mengangkat komisaris, yang tadinya bersifat subjektif menjadi berbasis profesionalitas," katanya.
Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Toto Pranoto. Menurutnya, posisi komisaris jangan disepelekan begitu saja karena mereka digaji jumbo untuk benar-benar mengawasi jalannya Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Jika RKAP tak berjalan dengan lancar, komisaris disebutnya berhak memberikan teguran kepada direksi. Agar opini komisaris sesuai dengan kodrat usaha BUMN, maka memang sudah sepatutnya komisaris diisi oleh orang-orang yang berkompeten.
Oleh karenanya, menurut Toto, diperlukan proses seleksi yang mumpuni agar kursi komisaris BUMN benar-benar diisi oleh orang yang kredibel. Salah satunya, bisa melalui mekanisme assesment center yang berisikan penyeleksi kompeten dan independen.
Hal ini setidaknya bisa menghilangkan sinyal bahwa jabatan komisaris sarat dengan kepentingan politik. Seleksi ketat bisa menjadi bukti bahwa pemerintah benar-benar serius ingin mengurus BUMN.
"Karena permasalahannya adalah, pemerintah sudah banyak mencantumkan banyak sekali kriteria terkait komisaris ideal. Tapi yang dimasukkan adalah orang-orang yang ternyata ada keterkaitan dengan politik, jadi sungguh patut disayangkan. Mungkin kalau perlu, memang harus dibuat seleksi untuk menjaring best talent di jabatan BUMN," jelasnya.
Ia mencontohkan Tanri Abeng yang sudah malang melintang di kancah bisnis sebagai sosok tepat yang mengisi kursi komisaris utama PT Pertamina (Persero).
Kemudian, ia juga mencontoh nama Rhenald Kasali sebagai Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), di mana ilmu manajemen bisnisnya terbilang cukup mumpuni.
Tak ketinggalan, ia juga memberi apresiasi kepada Roy Maningkas yang tetap mempertahankan opininya sebagai komisaris Krakatau Steel dan bersedia mundur demi alasan tanggung jawab moral. Sayangnya, lanjut dia, tidak banyak komisaris yang berani melakukan aksi seperti Roy.
"Ketika posisi komisaris sudah dianggap tidak ideal di sana-sini, sudah saatnya ada improvement," papar dia.
Selain itu, Anggota IV BPK Rizal Djalil meminta Kementerian BUMN untuk membuat aturan yang mengatur profesionalisme komisaris BUMN. Permintaan disampaikan karena selama ini BPK menemukan banyak indikasi komisaris BUMN menyalahkan direksi jika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen.
Terkadang para komisaris berdalih bahwa keputusan bisnis yang salah diambil karena mereka tidak dilibatkan.
from CNN Indonesia https://ift.tt/2ycH8oR
via IFTTT
No comments:
Post a Comment