Pages

Tuesday, July 23, 2019

Sengketa Pelabuhan Marunda Bikin Investor Ragu Tanam Modal

Jakarta, CNN Indonesia -- Sengketa proyek pelabuhan Marunda antara PT Kawasan Berikat Nasional (KBN) dengan PT Karya Citra Nusantara (KCN) berpotensi menimbulkan keraguan bagi investor untuk menanamkan modal dalam jangka panjang.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menuturkan sengketa antara pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta itu akan menjadi sorotan pemilik modal. Hal itu terutama terkait kepastian berinvestasi.

"Kalau investor lain melihatnya, wah kalau saya investasi di Indonesia nanti tiba-tiba dalam jangka panjang bisa mungkin kontrak saya tidak dihargai lagi, kan swasta jadi dirugikan," katanya, Selasa (23/7).

Oleh sebab itu, ia berharap agar sengketa tersebut segera menemui titik terang. Saat ini, proses hukumnya sudah sampai ke Mahkamah Agung (MA).


Dalam konteks yang lebih luas, ia menekankan kepada pemerintah untuk menjadikan sengketa itu sebagai pelajaran, khususnya terkait konsistensi kontrak investasi. Pasalnya, jika hal tersebut tidak dipegang teguh, maka berpeluang mengancam daya saing investasi di Indonesia.

"Banyak sekali contoh kasus, yang memang ganti kepala daerah, kemudian berubah aturan, sehingga perjanjian lama tidak dihargai. Tidak boleh lagi kejadian seperti ini ke depan," imbuhnya.

Ekonom Senior Indef Faisal Basri menambahkan indikator enforcing contract atau menegakkan kontrak dalam peringkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EODB) Indonesia menjadi paling buruk.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) peringkat enforcing contract berada di posisi 146 dari 190 negara, atau merupakan peringkat paling rendah di antara 9 indikator lainnya. Peringkat enforcing contract Indonesia turun 1 level dari tahun lalu di posisi 145. Secara keseluruhan, peringkat EoDB Indonesia turun dari 72 di 2018 menjadi 73 tahun ini.


"Jadi mencerminkan kita ini tidak mau ikuti atau menghargai kesepakatan yang sudah kita dapatkan," katanya.

Terkait sengketa Pelabuhan Marunda, Faisal menilai seharusnya dua belah pihak bisa menempuh jalur non hukum. Sayangnya, hal tersebut sudah terlambat.

"Jadi kita tinggal berharap MA yang bisa memutuskan dengan sebijak-bijaknya untuk kepentingan nasional," ujarnya.

Sebagai informasi, KCN merupakan perusahaan patungan dari PT Karya Takhnik Utama (KTU) dan KBN. Pembentukan KCN bermula ketika KTU memenangkan tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004 silam. Komposisi saham mayoritas dipegang oleh KTU sebesar 85 persen, sedangkan sisanya KBN sebesar 15 persen.


Namun, polemik mengemuka ketika KBN dipegang oleh direksi baru di bawah komando Sattar Taba pada November 2012. KBN mengajukan revisi komposisi saham hingga akhirnya disepakati menjadi 50 persen untuk masing-masing perusahaan. Akan tetapi, KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan lantaran belum mengantongi izin dari Kementerian BUMN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemegang saham KBN.

Pengembangan Pelabuhan

Asisten Deputi Infrastruktur Konektivitas dan Sistem Logistik Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Rusli Rahim menuturkan pemerintah terus mengembangkan rencana tujuh pelabuhan hub internasional. Untuk itu, pemerintah tengah menyusun konsep jaringan pelabuhan terintegrasi atau Integrated Port Network (IPN). Lewat standarisasi antar hub pelabuhan itu, ia meyakini akan meningkatkan arus peti kemas (throughput).

"Ini bagian penting untuk mengurangi biaya logistik," ujarnya.

Tak hanya itu, hub pelabuhan internasional rencananya akan disinergikan dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) industri di sekitarnya. Contohnya Pelabuhan Kuala Tanjung dengan KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara.

Selain tujuh hub pelabuhan internasional, pemerintah mencatat Indonesia memiliki kurang lebih 3.000 terminal khusus (tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) yang dikelola oleh sektor swasta.

[Gambas:Video CNN] (ulf/lav)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2M80AeH
via IFTTT

No comments:

Post a Comment