Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyatakan sentimen penggerak harga batu bara acuan masih sama seperti bulan lalu, yakni perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
"Masih ada perang dagang AS dan China. Masih sama seperti bulan lalu," ucapnya, Senin (7/10).
Sementara, menurutnya, banjir yang terjadi di salah satu tambang batu bara terbesar Coal India Ltd di India belum mempengaruhi harga batu bara acuan bulan ini. Ia memprediksi bencana itu baru akan berdampak terhadap harga batu bara bulan depan."Banjir di India seharusnya membuat harga naik, mungkin bulan depan baru naik ya," tuturnya.
Pada Agustus lalu, HBA sempat naik dari US$71,92 per ton menjadi US$72,67 per ton lantaran pasar energi yang membaik. Kondisi itu tercermin dari kenaikan permintaan dari China dan Korea. "Selain itu, adanya gangguan pasokan batu bara dari tambang di Australia menyebabkan indeks Global Coal dan Newcastle mengalami penguatan," jelasnya.
Kendati demikian, Kementerian ESDM mengakui harga batu bara mengalami tren pelemahan pada tahun ini. Bahkan, HBA yang ditetapkan pada Juli 2019 lalu sebesar US$71,92 per ton merupakan yang terendah dalam 2,5 tahun terakhir.
Sebagai informasi, HBA diperoleh dari rata-rata Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya.
[Gambas:Video CNN] (aud/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/31Px9Dg
via IFTTT
No comments:
Post a Comment