Salah satunya adalah Dedi Paryadi, salah satu pedagang gorengan yang biasa berjualan di wilayah Jakarta Pusat. Ia keberatan dengan rencana pelarangan edar tersebut.
Pasalnya, sebagai pedagang ia merasa keberadaan minyak goreng curah lebih menguntungkan. Maklum, jika dibandingkan dengan minyak goreng kemasan, harga minyak goreng curah cenderung lebih murah.
Harga murah tersebut membuat Dedi mampu menekan ongkos produksi gorengannya sehingga keuntungan dagang yang ia dapat lebih banyak. Dedi mengatakan bila pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah, mau tidak mau dia harus menggunakan minyak goreng kemasan. Untuk menyiasati agar masalah tersebut tidak menggerus keuntungannya, Dedi mengatakan terpaksa akan menaikkan harga dagangannya
"Sebenarnya tidak setuju (peraturannya), pakai minyak curah sekarang aja sudah susah, apalagi harus naik (harga). Bakal gak laku," kata Dedi saat diwawancarai CNNIndonesia.com di Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Dalam kesehariannya, Dedi mengaku menggunakan 2 setengah liter minyak curah seharga Rp10 ribu hingga Rp12 ribu untuk berdagang gorengan per hari. Dedi mematok harga Rp1.000 untuk satu buah gorangan yang ia jual.
Dengan patokan harga tersebut, Dedi mengaku penjualannya masih kerap kurang stabil. Ia kemudian berharap pemerintah mengurungkan niat menetapkan peraturan tersebut "Ya kalau bisa lebih baik dibatalkan. gak cuma saya, saya rasa pedagang lain pun sulit kalau benar terjadi (peraturan)," Ucapnya.
Selain Dedi, Sutrisno pedagang gorengan lainnya mengatakan keberatan yang sama. Menurutnya larangan peredaran minyak goreng curah bisa memberatkan para pedagang yang memakai minyak sebagai bahan dasar dagangannya."Mending gak usah deh, kalau gitu namanya nyusahin pedagang mas, apalagi yang dagangannya goreng-gorengan, bukan cuma kita aja," Kata Sutrisno.
Sutrisno kemudian merasa heran dengan rencana larangan tersebut. Pasalnya, ia mengaku selama ini tidak pernah ada keluhan terkait kesehatan dari para pembeli yang mengonsumsi gorengan buatannya.
"Gak pernah ada (keluhan), saya sudah delapan tahun jualan gak pernah ada (keluhan), sehat-sehat aja kok yang beli," ungkap Sutrisno.
[Gambas:Video CNN]
Sutrisno kemudian menuturkan pendapatnya agar pemerintah memberikan kompensasi dengan menyediakan minyak goreng bersubsidi khusus para pedagang apabila peraturan tersebut dijalankan.
"Kalau memang harus begitu, ya kasih kita (pedagang) gantinya. Minyak subsidi gitu, yang harganya sama seperti minyak biasa (curah), yang murah," imbuh Sutrisno.
Sementara itu, terdapat beberapa pedagang yang ternyata belum mengetahui rencana peraturan pemerintah tersebut. Saat mereka mengetahui informasi terkait larangan minyak curah, reaksi para pedagang gorengan mayoritas sama; menolak, dan berharap pemerintah membatalkan rencana larangan tersebut.
"Saya gak tahu (infonya), tapi kalau itu benar bakal kacau itu pasti. Mudah-mudahan dibatalin," Ungkap Jayadi, salah seorang pedagang gorengan.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah akan melarang peredaran minyak curah di pasar masyarakat mulai 1 Januari 2020 mendatang. Sebagai ganti minyak curah, masyarakat diharuskan menggunakan minyak kemasan."Per tanggal 1 Januari 2020, seluruh produsen wajib menjual atau memproduksi minyak goreng dalam kemasan dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah dan dia tidak lagi suplai minyak goreng curah," kata Enggar di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu (6/10).
Enggar mengatakan kebijakan tersebut tidak memiliki masa transisi, artinya, tidak ada masa uji coba untuk kurun waktu tertentu. Enggar mengatakan kebijakan ini sejatinya bisa dijalankan karena pemerintah sudah memegang komitmen dari para pengusaha dari berbagai asosiasi.
Pemerintah juga sudah melakukan sosialisasi kepada distributor minyak curah dan masyarakat sebagai pengguna. Salah satunya dengan mengadakan bazar kementerian yang menjual minyak goreng dalam kemasan di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp11 ribu per kilogram, yakni hanya Rp8.000 per kg.
(ara/agt)from CNN Indonesia https://ift.tt/2nnFEGF
via IFTTT
No comments:
Post a Comment