Artinya, dasar pembahasan RUU Minerba ke depan masih akan mengacu pada pembahasan terakhir yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Kepastian itu, lanjut dia, merupakan kesimpulan dari sidang paripurna akhir DPR RI periode 2014-2019 pada Senin (30/9) lalu.
RUU Minerba menjadi satu dari lima RUU yang disepakati untuk ditunda pembahasannya berbarengan dengan RUU Pertanahan, RUU Pengawasan Obat dan Makanan, RUU Perkoperasian, dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). RUU Minerba sendiri merupakan inisiasi DPR dan sudah masuk Program Legislasi Nasional sejak 2015.
"Jadi (RUU Minerba) tidak akan dimulai lagi dari nol, tapi berdasarkan dengan apa yang sudah kami siapkan kemarin," ujar Maman, Rabu (2/10).
Jika pembahasan dimulai lagi dari awal, sambung ia, setidaknya dibutuhkan waktu dua tahun lagi untuk menyusun kerangka dasar revisi UU Minerba. Maka dari itu, dalam waktu dekat, DPR akan fokus memeriksa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait RUU Minerba yang diserahkan pemerintah pada pekan lalu.Hanya saja, DIM yang disusun pemerintah disebutnya merupakan dokumen yang sudah disusun tiga hingga empat tahun lalu, sehingga ada kemungkinan poin-poin DIM tersebut sudah tidak relevan lagi. Oleh karenanya, DPR dan pemerintah akan terus memperdebatkan substansi RUU Minerba meski DIM dari pemerintah sudah dikantongi DPR.
"Ke depan, kami harus memeriksa apakah isi dan konten (DIM) sudah sesuai. Makanya, kami meminta masing-masing kementerian terkait untuk sinkronisasi lagi karena semuanya belum selesai. Apalagi, DIM pemerintah ini dibuat tiga hingga empat tahun lalu, makanya saya kemarin menjadi salah satu yang meminta RUU Minerba untuk tidak disahkan," katanya.
Menurut dia, substansi RUU Minerba ke depan harus tertuju pada kepastian hukum pertambangan dan hilirisasi hasil sektor tambang. Ia tak ingin kebijakan pemerintah ke depan menjadi tak konsisten lantaran payung hukumnya tak kuat, sehingga memberatkan dunia usaha.
Dalam hal ini, ia mencontohkan kebijakan percepatan pelarangan ekspor nikel dari 2022 menjadi 2019 yang disebutnya memberi sinyal negatif bagi sektor pertambangan. Pasalnya, kebijakan yang dilakukan secara tiba-tiba itu tentu bisa mengganggu rencana bisnis perusahaan pertambangan nikel."Saya menyimpulkan memang kepastian hukum itu harus ada karena dampaknya besar. Kalau saya masuk lagi ke Komisi VII, saya upayakan agar kami bisa masuk ke perdebatan yang lebih substantif mengenai RUU Minerba," imbuh dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan anggota DPR periode 2019 hingga 2024 memiliki wewenang untuk memutuskan nasib RUU Minerba. Adapun, dua opsi yang bisa ditempuh DPR adalah meneruskan pembahasan yang sudah ada atau mengulang lagi pembahasan RUU Minerba dari nol.
"Tergantung nanti DPR (yang baru) akan seperti apa. Ini kan inisiatifnya DPR, pemerintahnya tetap nunggu di DPR. Kalau memang lanjut, apakah akan melanjutkan yang kemarin? Itu kan nanti tergantung DPR (yang baru)," papar Bambang, akhir pekan lalu.
[Gambas:Video CNN] (glh/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2oBENma
via IFTTT
No comments:
Post a Comment