Pekan lalu, indeks anjlok hingga 2,19 persen dari level 6.169 menjadi 6.061. Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan Jumat (4/10), IHSG tercatat melemah 2,15 persen. Namun demikian, indeks diramalkan mampu menguat pekan ini.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan sentimen yang bakal menopang laju IHSG adalah rilis data cadangan devisa.
Pada Agustus lalu, Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa sebesar US$126 miliar atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni US$125,9 miliar. Harapannya, cadangan devisa kembali naik sehingga memberikan ketahanan ekonomi dalam negeri dari sentimen global.
"IHSG diprediksi bergerak di rentang 6.000-6.120 dalam sepekan," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.
Puncaknya, dua negara dengan ekonomi raksasa itu akan melakukan kesepakatan dagang pada 10 dan 11 Oktober mendatang. Nico bilang pelaku pasar sangat menantikan negosiasi dagang tersebut. Meskipun banyak pihak yang meragukan kesepakatan AS-China, namun asa redanya perang dagang tetap ada.
"AS menginginkan kesepakatan yang besar, berkelanjutan, dan menguntungkan. Sedangkan yang dibutuhkan oleh pasar adalah kesepakatan sekecil apapun sehingga memberikan dampak yang luar biasa kepada pasar global," tuturnya.
Di tengah ketidakpastian tersebut, tak heran jika pelaku pasar menjadi gamang. Tak sedikit dari mereka yang memilih mengalihkan investasinya keluar dari pasar ekuitas. Bahkan, investor asing tercatat jual bersih (net sell) di seluruh pasar sebesar Rp207,82 miliar dalam tujuh hari.
Namun demikian, Nico justru melihat peluang pelemahan IHSG untuk membeli saham. Dengan catatan, sambung dia, koleksi saham untuk investasi jangka panjang bukan mencari keuntungan jangka pendek. Alasannya, pasar belum stabil, sehingga dikhawatirkan investor justru kehilangan cuan jika perdagangan dilakukan dalam jangka pendek.
Pertama, investor harus mengenali perusahaan dan bisnisnya. Kedua, pilih saham perusahaan dengan inti bisnis yang baik.
"Terakhir, investor harus yakin dengan pertumbuhan secara valuasi jangka panjang," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]
Saham Perbankan Jadi Pilihan
Dari tiga kriteria tersebut, ia merekomendasikan saham perbankan pelat merah, yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Ia menilai ketiga saham tersebut sudah terdiskon sejalan dengan penurunan IHSG.
Meski sahamnya murah, namun ia menyatakan prospek bisnis ketiga perusahaan tersebut masih bagus ke depannya. Dengan demikian, terdapat potensi kenaikan bagi tiga saham sektor keuangan itu.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) seluruh indeks sektoral melemah pekan lalu. Sektor keuangan sendiri tercatat turun cukup dalam sebesar 2,91 persen. Itu berarti, saham-saham di sektor ini cukup terdiskon.
Saham BNI turun 0,36 persen ke level Rp6.875 per saham pada penutupan perdagangan Jumat (4/10). Dalam sepekan, saham BNI tersungkur 7,41 persen.
Sementara itu, saham BRI berhasil menguat 3,67 persen menjadi Rp3.950 per saham. Namun, dalam sepekan saham BRI turun 5,50 persen.
Lalu, bagaimana dengan investor yang ingin melakukan perdagangan dalam jangka pendek? Analis Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio mengimbau bagi investor yang ingin melakukan perdagangan jangka pendek sebaiknya jangan terlalu agresif memborong saham dengan iming-iming harga sudah murah. Meski ada ketersediaan dana, ia menyarankan pelaku pasar tidak mudah tergiur dengan saham berfluktuasi tinggi.
"Hal tersebut membuat investor lose (rugi) lebih banyak," katanya.
Akan tetapi, bagi pelaku pasar yang memiliki kecukupan dana serta ingin melakukan perdagangan dalam jangka pendek ia menyarankan beli saham yang masuk pada indeks LQ45.
Untuk diketahui, indeks LQ45 berisi daftar saham yang terdiri dari 45 perusahaan dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi dari jumlah keseluruhan saham yang ada di Bursa Efek Indonesia.
Ia bilang saham yang masuk indeks LQ45 cenderung defensif terhadap sentimen negatif global. Pasalnya, emiten yang masuk dalam indeks LQ45 selalu mencetak laba dalam 3 tahun terakhir. Selain itu, bisnis perusahaan tersebut senantiasa dibutuhkan di masyarakat sehari-hari.
"Dengan pertimbangan tersebut bisa dilakukan buy," tuturnya.
Ia merekomendasikan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Dua saham emiten rokok tersebut sudah mendapatkan kortingan cukup besar usai penetapan kenaikan cukai rokok tahun depan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah sepakat untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen pada 2020. Kenaikan tarif cukai membuat rata-rata harga jual eceran rokok diperkirakan meningkat 35 persen dari harga jual saat ini.
Meski kena imbas sentimen cukai rokok, Rio meyakini kinerja emiten tersebut tidak berdampak signifikan pada kinerja keuangan. Alasannya, konsumen rokok cenderung merupakan konsumen loyal.
Pekan lalu, kedua saham tersebut kompak melemah. Saham Gudang Garam turun 3,56 persen menjadi Rp49.500 per saham. Sejak awal tahun saham perusahaan rokok dari Kediri itu merosot 40,81 persen.
Sementara itu, saham HM Sampoerna terjun 4,44 persen ke posisi Rp2.150 per saham. Sejak awal tahun saham pemilik merek Sampoerna ini turun 42,05 persen. Akan tetapi, ia memproyeksi dua sahamm emiten rokok itu bisa kembali perkasa.
"Target harga saham Gudang Garam Rp79 ribu dan HM Sampoerna Rp5.000 per saham," ujarnya. (Ulfa Arieza/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2LRkFW7
via IFTTT
No comments:
Post a Comment